Intisari-Online.com -Ibu kota kerajaan Mataram ini kini telah menjadi kawasan pusat perajin perak. Dahulu kawasan ini merupakan hutan yang disebut Alas Mentaok. Kotagede menjadi ibu kota Mataram hanya sampai tahun 1640. Setelah itu raja ke-3 Mataram, Sultan Agung memindahkan ibu kotanya ke Desa Kerto, Bantul.
Asal mulanya muncul perajin perak ini adalah keberadaan VOC di Yogya sejak abad 16. Para pedagang VOC banyak yang memesan alat-alat rumah tangga yang terbuat dari emas, perak, tembaga, kuningan, dan sebagainya ke penduduk setempat. Akhirnya, muncullah usaha kerajinan perak dan penduduk di sana mayoritas bekerja sebagai perajin perak.
Meski ibu kota Mataram dipindah, perajin-perajin perak yang membuka usahanya di sana tidak ikut memindahkan diri. Perajin perak yang biasanya melayani kebutuhan para pejabat istana tetap mempertahankan usaha mereka dan menjual hasil karyanya kepada masyarakat. Tahun 1970-1980an industri perak di Kotagede mencapai masa kejayaannya. Banyak turis asing yang memesan alat-alat makan dari perak, saat itu belum banyak yang menjual produk kerajinan dari perak.
Namun, seiring dengan kemajuan teknologi, kerajinan perak mulai mengalami penurunan permintaan. Kini para perajin perak tersebut mulai beralih menjadi perajin tembaga. Bahan baku tembaga lebih murah dan lebih diminati di pasaran. Selain itu, perajin di Kotagede sudah berusia lanjut sehingga tak lagi produktif untuk bekerja, sedangkan para pemuda tidak menaruh minat besar untuk melanjutkan usahanya.
Sangat disayangkan, mengingat industri ini merupakan industri turun-temurun yang sangat bersejarah dan menjadi ciri khas kerajinan dari kota tersebut. Barang kerajinan yang dibuat pun kualitasnya sangat baik dan bagus. Pemerintah setempat sepertinya perlu membantu mempromosikan kembali pusat kerajinan perak sebagai tujuan wisata di Yogyakarta.