Tebu Ajaib itu Memang dari Tanah Jawa

Ade Sulaeman

Editor

Tebu Ajaib itu Memang dari Tanah Jawa
Tebu Ajaib itu Memang dari Tanah Jawa

Intisari-Online.com -Suatu hari, lembaran-lembaran kertas berisi gagasan-gagasan Dr. IHF Sollewijn Gelpke, seorang kepala pertanian, tersebar di meja kerja sang pemiliki gagasan. Suatu momen, yang kelak menjadi awal dari sebuah perubahan besar dunia perkebunan tebu bagi Pasuruan, juga Jawa, dan bahkan dunia.

Perubahan bermula ketika Gelpke menulis artikel mengenai masalah industri gula dan mendesak didirikannya lembaga penelitian gula di Jawa. Artikel tersebut dimuat selama empat hari berturut-turut di harian De Locomotief pada Maret 1885.

Artikel itu menjadi titik bermunculannya lembaga-lembaga penelitian gula seperti Proefstation Het Midden Java (Semarang, 1885), Proefstation Suikerret in West-Java (Tegal, 1886), dan Proefstation Oost-Java (Pasuruan, 1887).

Lima tahun berkiprah, Proefstation Oost-Java di Pasuruan, mulai menemukan sinar cerah dari permasalahan perkebunan gula. Hama yang selama ini menyerang tebu mulai bisa diatasi. Salah satunya berupa program penyilangan tanaman tebu konvensional pada periode 1892-1897.

Pada 1907, Proefstation Suikerret in West-Java dan Proefstation Oost-Java digabung menjadi Proefstation voor de Java-suikerindustrie yang berkantor tetap di Pasuruan. Lembaga yang nantinya kana memberikan bantuan dan saran kepada industri gula Hindia Belanda.

Setelah 40 tahun berada dalam cengkraman hama sereh, pada 1921, Proefstation voor de Java-suikerindustrie akhirnya berhasil menemukan klon tebu baru yang berkode POJ 2878 yang kebal terhadap hama sereh. Varietas ini juga punya keunggulan lain, yaitu produktifitas yang lebih tinggi dibanding temuan sebelumnya.

Berkat keberhasilannya ini, maka “Si Wonder Cane”, nama dari varietas ini, ditanam di hampir 200 ribu hektaree perkebunan tebu di Jawa pada 1920-an. Bahkan pada tahun-tahun berikutnya varietas ini mampu menyebar ke berbagai penjuru dunia.

Gedung Proefstation voor de Java-suikerindustrie memang dibakar saat Agresi Militer pertama. Namun dibangun kembali pada 1940-an dan kini berganti nama, namun dengan fungsi yang sama, yaitu Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). (Mahandis Y. Thamrin/nationalgeographic.co.id)