Becak Vespa Hanya Ada di Padangsidimpuan

Agus Surono

Penulis

Becak Vespa Hanya Ada di Padangsidimpuan
Becak Vespa Hanya Ada di Padangsidimpuan

Intisari-Online.com - Becak motor (bentor) menjadi pemandangan yang biasa saat Jelajah Sepeda Kompas - PGN Sabang - Padang. Dari Aceh sampai perbatasan Sumatra Utara - Sumatra Barat kita bisa dengan mudah menjumpai angkutan rakyat ini. Berbeda dengan bentor di Gorontalo yang motornya di belakang, bentor di Sumatra ini motornya ada di samping. Setidaknya itu yang saya amati sepanjang perjalanan dari Sabang ke Padang via pantai barat Aceh.

Dari beberapa bentor yang saya lihat itu, bentor di Padangsidimpuan lebih menarik perhatianku. Motornya hampir seragam: menggunakan Vespa. Dari yang model lawas sampai generasi yang terbaru sebelum distribusinya dihentikan. Bagaimana sejarah becak vespa ini? Saya sempat bertanya-tanya dengan pengendara bentor namun belum menemukan jawaban yang pas. Nah dari blog ini sejarah itu sedikit terkuak.

Akhir Matua Harahap, blogger itu, menuturkan sejarah becak vespa itu. Ingatannya melayang ketika ia masih sekolah di SD, tahun 1971. Saat itu becak masih berupa becak dayung. Dayung di sini dalam artian dikayuh karena menggunakan sepeda sebagai penghela becak. Kehadiran becak dayung ini menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi memperluas fungsi sepeda, di sisi lain menjadi pesaing sadu (delman). Sebagai pesaing becak dayung memiliki keunggulan dalam hal investasi yang lebih rendah. Delman mahal selain karena delmannya, juga kuda penghelanya.

Mobilitas penduduk yang semakin tinggi membuat persaingan itu semakin ketat. Pasokan becak dayung dari Medan, Tebing Tinggi dan Kisaran semakin deras. Untuk memperkuat keberadaan becak di dalam kota, sejumlah pemilik/pengusaha becak dayung membentuk organisasi yang disebut Perbeda (Persatuan Becak Dayung).

Meski dikecam karena tidak manusiawi - menggunakan tenaga orang - namun becak dayung memiliki nilai plus. Tidak bau dan tidak mengotori jalanan. Belum lagi kalau kudanya tiba-tiba berulah. Hal-hal inilah yang membuat lama kelamaan jumlah sadu berkurang sampai akhirnya menghilang dari jalan-jalan kota.

Kehilangan sadu ternyata menimbulkan kerepotan juga. Ketika mobilitas penduduk semakin jauh, sementara kontur jalan di Padangsidimpuan tak selalu rata, becak dayung ternyata kerepotan. Tak jarang harus didorong ketika jalanan menanjak. Hal yang tak terjadi manakala menggunakan sadu. Selain itu, jarak yang jauh membuat ongkos becak menjadi mahal.

Pada masa itulah kemudian muncul becak brompit tahun 1974 yang didatangkan dari Medan. Becak brompit ini adalah becak dayung yang digerakkan dengan mesin tempel (disebut juga becak tempel). Ketika di jalan tanjakan mesinnya meraung-raung untuk menarik beban becak. Untuk mengimbangi ini, becak ini juga bisa dikayuh untuk menambah daya dorong mesin.

Becak brompit tampaknya memiliki prospek yang lebih baik karena jangkauannya. Juga ongkos becak dayung dan becak brompit tidak terlalu jauh bedanya. Tahun 1976 muncul beberapa becak siantar yang menggunakan motor gede (moge). Kendaraan becak raksasa ini semakin diminati warga dan becak brompit pun menjadi hilang dari jalanan kota. Namun pertumbuhan becak siantar di Padangsidimpuan stagnan. Padahal kebutuhan warga yang semakin meningkat dan dinamis tentu membutuhkan angkutan yang cepat. Mandegnya becak siantar karena tidak mudah untuk mencari motor gede ini. Bahkan pasokan harus didatangkan dari Jawa Timur.

Ide pun mulai muncul. Misalnya dengan menggantikan motor gede dengan motor yang mudah dicari di pasaran. Semisal Honda CB 100. Belum sempat berkembang, becak motor Honda (kemudian diikuti merek lain seperti Yamaha) ini memperoleh saingan becak Vespa. Bentuk kabin becak Vespa mirip dengan becak siantar, di samping. Tidak sepeda becak Honda yang ada di belakang. Dalam perkembangannya kabin becak Vespa Padangsidimpuan mengalami modifikasi ke arah rancangan yang berbentuk kapsul.

Awalnya Vespa yang digunakan untuk becak adalah vespa model lama merek Piaggio (buatan Italia). Bisa dibayangkan saat itu, permintaan becak semakin meningkat sementara vespa Piaggio semakin tersedot ke Padangsidimpuan dari seluruh Sumatra Utara. Bahkan Vespa Piaggio ini didatangkan dari Sumatra Barat dan Riau. Ketika pasokan susah, becak Vespa melirik Vespa keluaran baru merek PX. Penampilan becak Vespa menjadi tampak makin OK dan bergengsi. Sebab Piaggio bodinya lebih pendek dan rendah sedangkan merek PX lebih panjang dan tinggi.

Ternyata motor Honda tak mau begitu saja mengalah. Akhir tahun 70-an dan awal 80-an muncul becak model motor Honda. Sekali lagi becak Vespa berpikir keras agar menang persaingan di jalan-jalan kota. Upaya ini berhasil dan kini becak Vespa 100 persen telah memenuhi jalan-jalan kota. Becak Vespa boleh dibilang sudah menjadi ciri khas Kota Padangsidimpuan.

Nah, jika ke Padangsidimpuan yang terkenal sebagai kota salak itu, cobalah untuk jalan-jalan menggunakan becak vespanya.