Catatan Irawati (5): Zaman Dulu, Tur Bisa Berbulan-bulan

Ade Sulaeman

Editor

Catatan Irawati (5): Zaman Dulu, Tur Bisa Berbulan-bulan
Catatan Irawati (5): Zaman Dulu, Tur Bisa Berbulan-bulan

Intisari-Online.com -Berikut ini bagian kelima dari sebagian catatan dari kisah perjalanan pilihan mantan Pjs Pemimpin redaksi Intisari, Irawati, yang setelah purnakarya banyak menghabiskan waktu dengan melanglang.

--

Tur zaman dulu dengan sekarang memang berbeda. Tahun enam puluh – tujuh puluhan, untuk pergi ke luar negeri orang bisa absen kerja berbulan-bulan. Tentu itu tidak berlaku bagi orang berduit dan bukan karyawan yang tergantung pada jatah libur.

Tapi wartawan seperti Soebagijo I.N. dkk. bisa berkeliling Amerika sampai berbulan-bulan. Kalau ke Eropa dan bahkan ke Asia di setiap negara harus minta visa.

Waktu itu juga belum ada penerbangan murah. Naik pesawat juga lebih lama karena harus transit beberapa kali sebelum sampai ke tempat tujuan.

Sekarang, bepergian antarnegara bisa sehari penuh di dalam pesawat terbang. Ada enak dan tidak enaknya bagi yang tidak suka terbang begitu lama.

Belum masalah perbedaan uang di setiap negara. Saya sendiri masih mempunyai dompet lebar dengan empat kompartemen yang masing-masing memiliki ritsluiting belakang depan untuk macam-macam mata uang.

Kesempatan jalan-jalan sekarang terbuka luas. Bagi karyawan yang berprestasi sering dihadiahi perusahaan incentive tour, pariwisata atas biaya perusahaan. Dealer sepeda motor dan mungkin juga barang lain atau sales juga sering diajak jalan-jalan.

Namun bagi mereka yang ingin pergi sendiri juga ada kelompok penyelam, pencinta fotografi, penggemar kain batik dan tenun, dsb.

Bagi orang di Jakarta ada juga Tur Kota Tua dan pernah saya baca tur ke museum prasasti dengan nisan-nisan kosong zaman baheula. Ada juga kelompok yang mengajak teman-teman makan ramai-ramai ke tempat makan tertentu atau sekadar melihat bangunan baru atau lama yang mungkin tak pernah terpikir untuk dikunjungi sendiri.

Ada juga perkumpulan, biasanya komunitas wanita, yang mengadakan tur ke pabrik yang ingin mengadakan promosi. Ke Singapura juga bisa pergi-pulang sehari untuk menonton sesuatu, ke dokter, atau keperluan lain. Belum tur ziarah jauh maupun dekat.

Murid Taman Kanak-kanak pun tidak mau ketinggalan. Setiap akhir tahun pelajaran juga diajak jalan- jalan. Murid sekolah menengah kalau tidak diadakan sekolah juga patungan pergi sendiri.

Sekarang berwisata sudah menjadi kebutuhan utama. Kalau tidak bersama keluarga atau diajak teman, koran dan majalah juga penuh iklan pariwisata.

Jalan- jalan bukan hanya bagi kaum muda, tetapi juga para lansia yang ingin menikmati waktu yang masih tersisa.

Bahkan kursi roda bukan halangan untuk ikut serta. Mumpung masih bisa. (Majalah Intisari Edisi Khusus 50 Tahun, September 2013)