Kasongan, Bermula dari Kuda Mati

Agus Surono

Editor

Kasongan, Bermula dari Kuda Mati
Kasongan, Bermula dari Kuda Mati

Intisari-Online.com - Sejarah gerabah Kasongan bermula pada masa penjajahan Belanda. Pada masa itu, di salah satu daerah selatan Yogyakarta terjadi peristiwa yang mengejutkan. Bahkan menakutkan warga setempat. Seekor kuda milik Reserse Belanda ditemukan mati di atas tanah sawah milik seorang warga. Karena takut akan hukuman, warga tersebut melepaskan hak tanahnya dan tidak mengakui tanahnya lagi. Hal ini diikuti oleh warga lainnya. Tanah yang telah dilepas ini pun akhirnya diakui oleh penduduk desa lain. Akibat dari tidak memiliki tanah persawahan lagi, warga setempat akhirnya memilih menjadi pengrajin keramik untuk mainan dan perabot dapur hingga kini.

Daerah itulah yang kemudian terkenal dengan nama Kasongan hingga hari ini. Sebuah desa di Padukuhan Kajen yang terletak di pegunungan rendah bertanah gamping. Lokasinya tak jauh dari pusat kota.

Desa Kasongan merupakan wilayah pemukiman para kundi, yang berarti buyung atau gundi (orang yang membuat sejenis buyung, gendi, kuali dan lainnya yang tergolong barang dapur juga barang hias). Dulu para nenek moyang orang Kasongan melihat sendiri bahwa tanah yang dikepal-kepal ternyata tidak pecah bila disatukan. Dari situ mereka mulai membuat kerajinan yang cenderung untuk mainan anak dan keperluan dapur. Kebiasaan itu mulai diturunkan hingga generasi sekarang.

Memasuki kawasan Kasongan kita akan disambut ramah penduduk. Tak usah ragu untuk sekadar melihat-lihat hasil kerajinan yang ditatat di ruang pajang atau ruang pamer. Bahkan kita boleh melihat ke tempat pembuatan kerajinan itu. Mulai dari penggilingan, pembentukan bahan, sampai penjemuran produk yang biasanya memakan waktu 2-4 hari. Produk yang telah dijemur itu kemudian dibakar, sebelum akhirnya di-finishing menggunakan cat tembok atau cat genteng.

Pada awalnya keramik ini tidak memiliki corak sama sekali. Namun legenda matinya seekor kuda telah menginspirasi para pengrajin untuk memunculkan motif kuda pada banyak produk. Terutama kuda-kuda pengangkut gerabah atau genteng lengkap dengan keranjang yang diletakkan di atas kuda. Motif lain adalah katak, jago, dan gajah.

Kini, wisatawan dapat menjumpai berbagai aneka motif. Bahkan wisatawan dapat memesan jenis motif menurut keinginan seperti burung merak, naga, bunga mawar, dan banyak lainnya. Jenis produksi sendiri sudah mencakup banyak jenis. Tidak lagi berkutat pada mainan anak-anak (alat bunyi-bunyian, katak, celengan) serta keperluan dapur saja (kuali, pengaron, kendil, dandang, kekep dan lainnya). Memasuki gapura Kasongan, akan tersusun galeri-galeri keramik sepanjang bahu jalan yang menjual berbagai barang hias. Bentuk dan fungsinya pun sudah beraneka ragam, mulai dari asbak rokok kecil atau pot bunga yang tingginya mencapai bahu orang dewasa. Barang hias pun tidak hanya yang memiliki fungsi, tetapi juga barang-barang yang hanya sekedar menjadi pajangan.Bagi Anda yang berkunjung pada minggu-minggu ini, akan ada Kasongan Art Festival (KAF) ke-3. Tahun ini KAF mengambil tema "Liat Geliat Tanah Liat". Akan ada bermacam pertunjukkan yang detailnya bisa dilihat di sini. Kegiatan ini berlangsung hingga 18 Desember 2013.(*)