Intisari-Online.com - Dalam rencana perlawatan (saya dan isteri ke Amerika Selatan, termasuk juga kunjungan ke La Paz, Ibukota Bolivia.Dengan sebuah pesawat B 727 – 200 dari Lloyd Aero Boliviano pada tanggal 15 Juli 1976, hari Kamis jam 13.50 waktu setempat kami meninggalkan landasan Aeropuerto Jorge Chaves,Lima,Peru, menujuLa Paz. Sambil menikmati makan siang berupa bistik lengkap, roti dan pudding dengan pelayanan yang ramah, atas anjuran Kapten pesawat kami memandang pegunungan Andes dengan puncaknya, Gn. Illimani tingginya 7000 m.Rupanya putih dengan salju dan es. Pemandangan cantik, di sana-sini nampak dusun-dusun dengan rumah-rumah. Karena siang yang cerah tanpa awan itu, semua nampak jelas, berlainan sewaktu kami terbang diatas Himalaya atau Alpen. Setelah sejam daii ata.i terlihat telaga Titicaca yang termashur di Amerika Selatan.Aeropuerto El Alto, La Paz dicapai setelah terbang sejam setengah. Pemeriksaan kesehatan, imigrasi dan bea cukai lancar dan cepat. Uang dolar A.S. ditukarkan dengan Peso Bolivia ($ b) dengan kurs 1 : 20, atau $b 1= Rp.21,-. Di bagian penerangan kami diberikan alamat beberapa hotel.Dengan sebuah taxi kami ke kota (centro). Hampir seluruh perjalanan berupa "meluncur" ke bawah. Dari lapangan terbang memang nampak lampu-lampu yang gemerlapan di La Paz yang jaraknya kira-kira 20 km. Di pusat kota memang ramai sekali.Dua hotel yang didatangi ternyata penuh! Pada hotel yang ketiga Hotel La Hosteria, kami harus masuk dari gang samping karena jalan besarnya tertutup. Ongkos taxi setelah "berpusing-pusing" hanya $b. l40 (U.S.$7,- = Rp.3.000,-).--Inilah cerita H.O.K. Tanzil saat pergi ke Lapaz, Boliviayang ditulis di Majalah Intisariedisi Mei 1978dengan judul asli "Ibukota Tertinggi di Dunia, Lapaz, Bolivia".-bersambung-