Intisari-Online.com - Bagaimana reaksi Anda jika seorang pedagang menawarkan jam tangan bermerek Rolex ketika anda melewati lorong kecil di Shanghai? Dengan harga yang ditawarkan sekitar Rp500.000—sulit dipercaya harga tersebut bila dibandingkan dengan harga aslinya.
"Bukan rahasia, banyak wisatawan sengaja berburu barang tiruan," kata Tim Phillips, penulis buku. Barang-barang tiruan tersedia di seluruh pasar Asia, seperti Chatuchak di Bangkok, Stanley di Hongkong, dan Silk Alley di Beijing. "Cina merupakan pemasok barang tiruan terbesar dan maju di dunia," kata Phillips seraya menyatakan bahwa Jepang adalah pengecualian.
Jangkauan produk berperan penting juga. Seorang pembeli dengan mudahnya memperoleh kacamata tiruan (Oakley), sepatu kanvas (Nike, Reebok), kemeja (Ralph Lauren), dan barang-barang dari perancang ternama lainnya seperti sepatu (Manolo Blahnik, Jimmy Choo), pakaian (Miss Sixty, Prada), dan perhiasan (kalung dari Tarina Tarantino). Dan ke mana pun Anda pergi, dengan mudahnya akan menemukan tas tiruan Hermes Birkin, Phillips menyebutnya "ikon tiruan".
Untuk memastikan barang dengan merek tertentu asli, Anda harus membelinya di toko barang bermerek. "Jika harga barang tersebut murah atau dijual di pasar, sudah pasti barang tersebut adalah barang tiruan," kata Valerie Salembier dari Harper Bazaar, penerbit buku panduan berbelanja barang-barang tiruan (www.fakesareneverinfashion.com).Hal-hal lainnya dapat dilihat dari jahitannya yang tidak rapi, kesalahan pada ejaan logo, dan pegangan yang hanya ditempel saja, tidak dijahit rapi.
Risiko: Hukuman yang diberikan pihak berwenang di Asia bagi konsumen yang membeli barang tiruan sangat ringan atau bahkan tidak ada. Berbeda dengan di Amerika, hukuman yang diberikan sangat berat. Jika petugas bea cukai menemukan barang tiruan, mereka akan menyitanya. Konsumen yang tidak mau mengakuinya akan didenda. (Jean Tang / nationalgeographic.co.id)