Intisari-Online.com — Mengunjungi rumah perjuangan Nelson Mandela di pojok Jalan Vilakazi dan Ngakane bernomor 8115, Orlando West, Soweto, terpaksa menerobos masa lalu. Seolah, seluruh kepedihan almarhum Mandela semasa dalam tekanan pemerintah Apartheid tergambar kembali. Namun, di rumah sederhana itu pula kebesaran Mandela tertempa dan akhirnya mengubah sejarah.Mandela yang lahir pada 18 Juli 1918, meninggal dunia pada 5 Desember 2013 karena sakit. Seluruh dunia pun berduka. Penulis beruntung pernah mengunjungi rumah kecil yang menjadi rumah kenangan Mandela, sebelum ia pindah ke rumah baru di Johannesburg.Ukurannya 5 kali 7 meter, berdiri di lahan sekitar 150 meter. Namun, rumah itu amat bersejarah dan kini dijadikan museum. Rumah itu pula tempat almarhum Nelson Mandela, pemimpin besar dan presiden kulit hitam pertama di Afrika Selatan yang pernah ditahan selama 27 tahun oleh pemerintahan Apartheid.Geografi Batin MandelaDi rumah itu pula Mandela berkontemplasi, merancang gerakan, dan membangun masa depan Afrika Selatan (Afsel) yang lebih demokratis, adil, dan tumbuh dalam kesamaan. Di rumah itu pula dia merasakan duka dan luka yang nyerinya masih terasa hingga entah sampai kapan pula."Bagi saya, nomor 8115 merupakan titik awal dari dunia saya. Tempat ini tertandai X di geografi batin saya," kata Mandela dalam biografinya.Rumah kecil itu hanya ada dua kamar berukuran 3 kali 2, kemudian ruang keluarga kecil dengan ukuran sama, kemudian ada dapur kecil. Ada satu jendela di ruang keluarga yang biasa dipakai Mandela melihat langit, sambil memikirkan nasib Afrika.Terlalu banyak goresan luka dan derita yang tersisa di rumah itu. Masih ada lubang peluru, juga bekas ledakan bom molotov. Rintihan Mandela dan Afrika sepertinya masih menggumpal di rumah itu. Di situ pula Mandela bersama keluarga tinggal sejak 1946 sampai 1990, ketika dia dibebaskan dari penjara.Hidup untuk Afrika SelatanMandela yang meraih 126 penghargaan, termasuk Nobel Perdamaian itu, memang pahlawan dan simbol bangsa Afsel. Seluruh hidupnya hanya dicurahkan kepada rakyat Afsel. Dia merasa terpukul dan sakit ketika Partai Nasional yang berkuasa mengesahkan politik apartheid pada 1948. Politik yang membedakan perlakuan berdasarkan warna kulit. Kulit putih superior dan istimewa, sedangkan kulit hitam berada dalam posisi subordinasi dan tertindas, juga terpinggirkan dalam segala hal.Bersama Oliver Tambo, Mandela mendirikan kantor pengacara. Mereka memberi advokasi hukum kepada kaum kulit hitam yang tak mampu. Sebagai pemimpin organisasi Umkhonto we Sizwe, sayap Afrikan National Congress, dia terus berjuang tanpa kekerasan menentang apartheid yang tak manusiawi.Pilihan hidup itu yang akhirnya membuat Mandela ditahan pemerintah apartheid pada 1962. Dia dijatuhi hukuman seumur hidup atas tuduhan sabotase yang tak pernah dia lakukan. Namun, kemudian dia dibebaskan pada 11 Februari 1990, setelah 27 tahun mendekam di penjara Robben Island.Mandela langsung pulang ke rumahnya di Jalan Vilakazi 8115 dan disambut ribuan orang. "Akhirnya, saya bisa kembali ke rumah," katanya waktu itu.Sesempit PenjaranyaRumah di kawasan kumuh itu memang amat berkesan buat Mandela. Bersama istrinya, Winnie Mandela, dia tinggal di sini. Bersama segala cita-cita, pikirannya, dan perjuangannya, dia bergulat di sini. Rumah reyot yang memberi jiwa dan tenaganya berotot dan akhirnya memerdekakan Afsel dari apartheid. Bahkan, dia akhirnya menjadi presiden pada 1994 sampai 1999, membawa Afsel ke dalam kesamaan dalam keragaman.Tempat tidur kecil dari kayu sudah menunjukkan betapa dia tidur seadanya dan sering menahan dinginnya Soweto yang bisa mencapai minus 5 derajat saat musim dingin. Dapur kecil seukuran kamar mandi itu menunjukkan betapa keluarga Mandela hanya memasak apa adanya. Ruang tamu yang sekaligus ruang keluarga menunjukkan betapa sempitnya gerak Mandela.Namun, justru dari kesempitan itu dia bisa meluaskan pikirannya, memberi makna kepada bangsa hingga tak terhingga."Rasanya, rumah Mandela sama sempitnya dengan penjaranya," komentar pengunjung asal Inggris, Michael Parlot.Bisa dibayangkan bagaimana perasaan Mandela ketika diintimidasi dengan tembakan peluru, ledakan bom molotov, juga pengawasan ketat para polisi apartheid. Bisa dibayangkan betapa lukanya dia memikirkan bangsa kulit hitam yang semakin tertindas.Rumah itu memang sudah tak lagi dipakai Mandela karena diminta negara untuk museum. Mandela langsung dipindahkan ke rumah yang lebih layak setelah 11 hari bebas dari penjara. Namun, rumah itu menyimpan banyak sejarah, juga luka dan derita Mandela yang bisa terus menjadi inspirasi bangsanya.