Intisari-Online.com - Pukul 13.00 tibalah kami di Guatemala City. Langsung kami ke Konsulat-Jenderal Mexico untuk meminta visa. Ternyata baru buka pukul 14.30. Sejak jam 14.00 sudah banyak orang datang untuk tujuan itu. Saya antre paling depan.Setelah pegawai yang menangani datang, saya lihat orang-orang Amerika Latin didahulukan sedangkan saya yang berada di depan belum dilayaninya. Mendongkol juga saya. Saya tegor. dia. Ternyata memang untuk orang-orang itu prosedur mudah, tanpa visa.Setelah melihat paspor kami, dikatakannya. bahwa mereka tidak berhak memberi visa. Saya perlihatkan bahwa kami memperoleh visa Mexico di New Yorkdan sudah melintasinya beberapa minggu yang lalu.Saya minta ijin berbicara dengan Konjennya. la tak dapat berbahasa Inggeris dan kami berbicara melalui penterjemah. Soalnya kami hendak ke AS dan harus melalui Mexico, untuk membawa mobil keluar lagi dari Guatemala yang menurut aturan tak boleh dijual.Karena isteri saya sakit ingin lekas pulang ke Indonesia. Yang terbaik bila kami dapat meninggalkan Guatemala City langsung dengan pesawat udara. Bahkan saya utarakan, mereka boleh mengambil mobil kami asal kami boleh meninggalkan Guatemala tanpa mobil dengan segera!la akan menghubungi Mexico City melalui Radiogram, tuturnya. Konsep yang dibuatnya terdiri dari 70 kata-kata, langsung saya bawa ke Kantor pos dengan biaya US$ 8.46. Di Konjen Mexico saya tunjukkan tanda bukti Radiogram, dan bertanya bila mendapat kabar. Jawabnya kira-kira 3 pekan! Kaget juga mendengarnya!Malam itu hanya dapat tidur 2 jam di sebuah pompa bensin Texaco, karena banyak memikirkan apa tindakan selanjutnya dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi.Pukul 8 pagi kami ke bengkel VW untuk menyervis mobil kami. Kepada salah seorang montir yang dapat berbahasa Inggeris saya utarakan keinginan untuk menjual mobil.Dipanggilnya Sales Manager VW, Signor Sinibaldi, yang ternyata bersedia membeli dan mengurus caranya! Benar-benar menerima kabar seperti mendapat hadiah lotere terbesar! Saya serahkan kebijaksanaan harga kepadanya. (Asal dapat meninggalkan Guatemala kami sudah merasa gembira!). Kepastian melegakan kami!Isteri saya tinggal di bengkel dengan "caravan" yang diservis. Signor Sinibaldi membawa saya ke notaris untuk menyiapkan akte jual-beli mobil. Kemudian ia mengantar saya ke sebuah biro pariwisata untuk memesan ticket Pan Am ke Indonesia.Lalu saya minta tolong Signor S. untuk meminta perpanjangan waktu visa Guatemala, karena esoknya sudah usai. Di kantor besar imigrasi saya lihat penuh manusia. Saya rasa, bila harus mengurus sendiri tidak sanggup rasanya. Signor S. langsung menghadap pada Dir-Jen yang kebetulan dikenalnya baik.Dengan "kattebelletje" kepada bagian yang mengurus, saya ditolongnya. Di sini ternyata si berkepentingan harus menghadap sendiri untuk membubuhkan tanda tangannya! Saya katakan isteri saya tak dapat jalan. Kini ke Dir-Jen lagi, yang diteleponnya. Akhirnya saya harus kembali sorenya untuk mengambil paspor kami.-bersambung---Inilah bagian ketujuh cerita H.O.K. Tanzil saat pergi ke Benua Eropa dan Amerika yang ditulis di Majalah Intisariedisi Maret 1979dengan judul asli "Tahap Terakhir Perjalanan Darat 45.000 km".