Intisari-Online.com - “Kalau belum ke Wamena, itu berarti belum ke Papua.” Ucapan ini biasa disampaikan oleh penduduk begitu tiba di sana. Pernyataan itu tidak mengada-ada. Pergi ke Wamena memang bukan perkara mudah. Satu-satunya akses ke sana adalah melalui udara dan belum tentu bisa langsung mendarat. Lokasi bandara yang berada di ketinggian sekitar 1.600 meter di atas permukaan laut dan dikelilingi perbukitan memerlukan keahlian khusus untuk mendaratkan pesawat di Bandara Wamena.
Wamena merupakan kota satu-satunya di Pegunungan Tengah, Papua. Secara administratif, persisnya Wamena masih masuk Kabupaten Jayawijaya, sekitar 585 km dari ibu kota provinsi Jayapura. Kota ini terletak di sebuah lembah yang indah, bernama Lembah Baliem, atau yang dalam literatur asing disebut Lembah Agung. Iklimnya sejuk, dan bahkan cenderung dingin. Lembah ini menjadi hunian bagi banyak suku pedalaman Papua.
Nama Wamena diambil dari bahasa Suku Dani ‘wam’ yang berarti babi dan ‘ena’ yang berarti jinak. Jika berkunjung ke kota ini kita bisa melihat para ibu rumah tangga terlihat bersama babi peliharaan mereka. Menurut adat setempat, babi adalah harta keluarga. Babi (wam) biasa dijadikan syarat mahar untuk mengawini perempuan.
Dengan lokasi yang terpencil itu, maka hanya wisatawan dengan minat khusus saja yang benar-benar mau berlibur ke Wamena. Selain kekayaan budaya, Wamena juga memiliki banyak objek wisata alam. Salah satunya adalah Danau Habema. Letaknya memang jauh dari Kota Wamena, sekitar 48 km, mendaki menuju arah pegunungan Jayawijaya.
Jika Anda pernah menonton film Denias, Senandung di Atas Awan, maka salah satu lansekap danau yang luas adalah Danau Habema. Danau dengan nama asli Yuginopa ini terletak di komplek Pegunungan Jayawijaya. Dengan ketinggian 3.225 mdpl, danau ini didaulat sebagai salah satu danau tertinggi di Indonesia. Dari sini kita bisa melihat langsung Puncak Wilhelmina (sekarang namanya Puncak Trikora, namun warga lokal lebih suka memanggil nama aslinya) menjulang tinggi di depan mata. Di Puncak Trikora itulah salju khatulistuwa berada.
Di sekitar danau terhampar padang rumput yang luas. Rumah semut yang dimanfaatkan untuk pengobatan alternatif tergantung di beberapa pohon. Jika beruntung kita bisa menemukan burung endemik Papua, cenderawasih dan astrapia. Bahkan, anggrek hitam yang sudah langka itu terkadang masih bisa dijumpai di sini.
Suhu di sekitar Danau Habema tentulah dingin. Bisa mendekati nol derajat di kala malam hari. Siang hari berkisar di angka delapan derajat. Tak heran kalau embun senantiasi menyelimuti rerumputan sepanjang hari.
Danau ini sepi. Bisa dimaklumi sebab untuk menuju ke sini butuh biaya yang banyak. Tak ada angkutan umum sehingga harus mencarter kendaraan di Wamena.