Menembus Keganasan Alas Purwo

Ade Sulaeman

Editor

Menembus Keganasan Alas Purwo
Menembus Keganasan Alas Purwo

Intisari-Online.com - Mapala UI kembali mengukir prestasi. Kali ini Mapala UI berhasil melakukan Telusur Taman Nasional Alas Purwo yang merupakan bagian dari perjalanan panjang dalam rangkaian Badan Khusus Pelantikan (BKP) 2013.

Perjalanan panjang ini juga termasuk ke dalam Ekspedisi 50 Taman Nasional di Indonesia, yang dirancang khusus untuk menyambut ulang tahun Mapala UI yang ke-50 di tahun 2014.

Perjalanan dengan tajuk “Blambangan Heritage Expedition” berlangsung mulai tanggal 25 Januari 2014 hingga 8 Februari 2014.

Perjalanan terasa melelahkan karena cuaca yang amat panas. Ketika itu, sudah satu minggu hujan tidak turun di Banyuwangi, dan hal ini menyebabkan keringnya sungai-sungai yang ada dalam wilayah TNAP.

Hiburan kami saat itu hanyalah suara-suara hewan seperti ajag (Cuon alpinus), lutung (Tracypithecus auratus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), dan hewan-hewan lainnya.

Hari demi hari kami lewati di tengah hutan dan selain hewan-hewan besar, serangga-serangga kecil setia menemani kami dalam perjalanan, alhasil menyebabkan sekujur tubuh gatal dan terasa panas.

Akhirnya, pada hari kelima, tepatnya pada 31 Januari 2014, 15 dari 50 anggota tim tersebut berhasil memasuki zona inti TNAP.

Menurut informasi yang didapat dari Balai TNAP, orang yang terakhir kali memasuki zona inti pada tahun 1999, setelahnya masih belum ada lagi yang berhasil masuk ke sana.

Memasuki zona inti TNAP bertujuan untuk melakukan penelitian berupa survei permukaan arkeologi, karena ada dugaan peninggalan dari Kerajaan Blambangan di zona inti TNAP.

Taman Nasional Alas Purwo

Taman Nasional Alas Purwo, atau sering disebut TNAP, dulunya bernama Suaka Margasatwa Banyuwangi Selatan, terletak di Banyuwangi dengan luas area sebesar 43.420 ha.

TNAP yang berada di wilayah karst menyebabkan taman nasional ini memiliki banyak goa-goa. Di samping mendatangi goa-goa yang ada, tim Mapala UI berhasil menemukan sebuah goa yang sebelumnya belum ditemukan.

Keanekaragaman flora dan fauna yang dimilikinya, TNAP berfungsi sebagai tempat perlindungan proses ekologis system penyangga kehidupan. Wilayah TNAP juga digunakan sebagai tempat pemanfaatan lestari sumber daya alam dan ekosistem.

Salah satu wujud pemanfaatannya adalah adanya Sadengan, sebuah padang rumput buatan dengan luas 84 ha yang digunakan sebagai tempat feeding ground bagi banteng (Bos javanicus), rusa (Cervus timorensis), kijang (Muntiacus muntjak), dan hewan yang lainnya. Selain itu terdapat 302 jenis burung yang sering beraktivitas di Sadengan.

Selain potensi alamnya, TNAP juga terkait erat dengan kebudayaan Hindu. Keberadaan Pura Luhur Giri Salaka dan Pura Kawitan, yang dianggap sebagai peninggalan Kerajaan Majapahit, menjadikan TNAP sebagai salah satu tujuan bagi umat Hindu dari berbagai daerah yang ingin berdoa. (Irene Swastiwi Viandari Kharti)