Intisari-Online.com - Mencari rezeki sebagai pengojek berbasis aplikasi dinilai cukup menarik bagi banyak pihak. Terlebih lagi, perusahaan ojek berbasis aplikasi menawarkan pembagian komisi yang menguntungkan bagi para pengojek untuk setiap order yang dikerjakan. Meski telah mendapat berbagai kemudahan seperti itu, masih ada pengemudi Go-Jek yang bertindak curang dengan membuat order palsu.
Pengojek berbasis aplikasi berinisial NW menuturkan, cukup banyak pengojek berbasis aplikasi membuat order fiktif dengan berpura-pura sebagai penumpang yang memesanorder sekaligus berperan sebagai pengojek yang menerimaorder tersebut.
Pengojek itu menggunakan dua ponsel dengan dua aplikasi di dalamnya. Satu ponsel digunakan untuk membuat order, satu lagi untuk menerima order.
Dengan begitu, sang pengojek akan tercatat di sistem bahwa ia telah memenuhi order tersebut, sementara ulasan atau pemberian rating juga bisa dimanipulasi oleh pengojek itu sendiri.
"Jadi, ordernya itu dia (pengojek) sendiri yang bikin. Diada-adain. Ini lagi ramai sekarang," kata NW kepada Kompas.com, Selasa (8/9/2015) sore.
Bisa kena sanksi
Menurut NW, pihak perusahaan juga sedang fokus membedakan mana order yang asli dan mana yang fiktif.
Jika terbukti membuat order fiktif, maka pengojek dikenakan sanksi untuk membayar dua sampai tiga kali lipat nilai tarif dari order tersebut kepada perusahaan.
"Misalnya tarif ordernya Rp 100.000, tetapi ketahuan ituorder fiktif, jadi disuruh balikin sampai Rp 300.000," tutur NW. Sanksi untuk order fiktif termasuk berat.
Pengojek membuat order palsu karena memiliki dua ponsel. Satu ponsel didapat saat dia bergabung sebagai pengojek berbasis aplikasi.
Selain itu, pengemudi Go-Jek yang bertindak curang dengan membuat "order" palsu muncul karena persaingan pengojek berbasis aplikasi semakin ketat sehingga pengojek harus berebut untuk mendapatkan order. (Nextren)
Penulis | : | Axel Natanael Nahusuly |
Editor | : | Axel Natanael Nahusuly |
KOMENTAR