Intisari-Online.com - Meski dapat memberikan manfaat, seperti diulas dalam artikel sebelumnya, seseorang yang menjadi kutu loncat kerap diberi penilaian negatif oleh berbagai perusahaan yang akan dia lamar. Terutama masalah loyalitas.
Padahal, berdasarkan penelitian yang dilakukan The Ladders (penyedia jasa pencarian pekerjaan di New York), bagian sumber daya manusia (HRD) hanya menghabiskan waktu enam detik ketika membaca sebuah curriculum vitae (CV). Jadi, apabila HRD langsung melihat rekam jejak seorang pelamar sebagai “kutu loncat”, jangan pernah berharap perusahaan tersebut menerima lamarannya.
Sani Wiyadni, kepala HRD di sebuah perusahaan teknologi informasi multinasional, bercerita, “Apabila kandidat kita terlihat sebagai kutu loncat, maka kita lebih memilih untuk tidak mengundang dia dalam proses hiring.”
Menurut wanita yang pernah menjadi headhunter ini, risikonya terlalu besar untuk menerima seorang “kutu loncat”. Maklum, tidak ada jaminan bahwa karyawan tidak akan kembali mencari pekerjaan baru setelah diterima sebagai pegawai di tempat barunya.
Namun, meski belum pernah terjadi, Sani juga mengakui bahwa bisa saja dia menerima seorang “kutu loncat” dengan alasan perusahaannya sedang sangat membutuhkan seseorang dengan kemampuan yang memang jarang dimiliki oleh orang lain. Tentu saja prosesnya akan lebih rumit dari proses perekrutan karyawan “non-kutu loncat”.
Hanya saja, untuk memastikan kinerja dari kandidiat tersebut, HRD akan menyelidiki kandidat tersebut, melakukan konfirmasi ke perusahaan-perusahaan tempat kandidat, serta melakukan konfirmasi ke orang-orang terdekat dari kandidat tersebut (meski bukan yang dicantumkan langsung oleh kandidat tersebut).
Apa lagi dampak negatif yang dialami seorang “kutu loncat”? Simak artikel lanjutannya, ya.