Intisari-Online.com - Selain masalah loyalitas, kesulitan seorang “kutu loncat” untuk diterima di suatu perusahaan juga dapat terjadi bila seseorang berpindah pekerjaan dalam kurun waktu kurang dari dua tahun. Hal ini disebabkan, meski keterampilan di tempat baru dapat diperoleh dalam kurun waktu 3 - 6 bulan (seperti yang disampaikan Kleiman), untuk menilai hasil kerjanya membutuhkan waktu lebih dari dua tahun.
Jadi, sangat sulit melihat kinerja seorang “kutu loncat”, padahal, “Kita lebih mementingkan kapabilitas seseorang dibandingkan dengan loyalitasnya,” ujar Sani Wiyadni, kepala bagian sumber daya manusia (HRD) di sebuah perusahaan teknologi informasi multinasional. Terkait ketatnya proses perekrutan seorang kutu loncat, Sani berani menyebut angka 20 persen sebagai besarnya peluang seorang “kutu loncat” diterima di perusahaannya.
Kerugian lainnya dari seorang “kutu loncat” menurut Chrissy Scivicque, career coach dan pendiri EatYourCareer.com, adalah terjadinya kesulitan untuk beradaptasi dengan pekerjaan dan lingkungan baru karena tidak semua orang mampu beradaptasi dengan cepat.
Selain itu, karier yang diharapkan menanjak, bisa saja malah jalan di tempat atau bahkan menurun karena ketidakkonsistenan yang dilakukan. Contoh dampak negatif yang terakhir adalah sulit untuk menentukan pekerjaan seperti apa yang diinginkan karena terlalu banyaknya pekerjaan yang dicoba.
Bila dikaitkan dengan alasan menjadi kutu loncat karena ingin mencari pekerjaan yang sesuai, Andin Andiyasari, Managing Partner CHR Psychometrics Consulting dan Career Coach di Konsultankarier.com, berujar, “Seseorang bisa saja kehabisan waktu karena terus-menerus mencari pekerjaan yang sesuai, padahal usia terus bertambah,” ujarnya.
Lalu apa yang harus dilakukan jika terpaksa menjadi kutu loncat? Jawabannya ada di artikel selanjutnya, ya.