Intisari-Online.com - Peluang usaha kini kian banyak, bak jamur di musim penghujan. Namun, kita harus cerdas memilih usaha yang akan kita geluti. Salah pilih, alih-alih mendapat untung, yang ada malah ‘buntung’. Bagi Anda yang memang belum berpengalaman dalam bisnis, waralaba atau pun peluang usaha/BO (Business Opportunity) bisa menjadi pilihan.
Dulu, mungkin orang merasa malu atau menganggap berdagang adalah pekerjaan yang tak bergengsi, sekadar cari untung. Namun, beberapa tahun terakhir ini, antusiasme masyarakat untuk berdagang semakin tinggi. Ini karena masyarakat sadar bahwa berdagang itu bisa juga murah dan cepat, juga untuk membuka lapangan kerja.
Jika kita lihat di sekeliling kita, semakin banyak bisnis waralaba atau pun BO. Dari yang berbentuk gerobakan di pinggir jalan, hingga toko di mall. Waralaba ini pada mulanya sama seperti kita yang membuka usaha dari nol. Karena usahanya produktif dan konsumen semakin banyak, pengusaha tentu akan memanfaatkannya dengan cara memperluas usaha. “Hanya saja kalau dia berusaha mengandalkan modal sendiri itu kan lama. Nah, perluasan usaha ini caranya dengan kemitraan,” ujar Istijanto Oei, pengajar dan konsultan bisnis di Prasetiya Mulya Business School.
Kemudahan bagi pembeli
Waralaba bisa dikatakan sebagai transaksi bisnis. Pengusaha yang awalnya hanya menjual produk/jasa kepada konsumen, akhirnya juga berjualan bisnis ke franchisee (pembeli). Bisnis yang booming sejak 2005 ini nyatanya menarik minat calon pembeli. Bagaimana tidak? Pembeli akan sangat terbantu dengan membeli usaha dari franchisor (penjual). Istilahnya, pembeli tak harus susah payah membuka usaha dari nol, cukup menjalankan yang sudah ada.
Pembeli - yang mungkin adalah pebisnis pemula - pun diuntungkan dengan waralaba, yaitu bisa meminimalkan risiko. Tentu kita tahu bahwa membuka usaha itu banyak risikonya. Paling buruk, tak laku. Faktor tak laku itu pun banyak. Misalnya, karena mereknya yang belum terkenal, membuat orang ragu-ragu untuk membeli. Nah, dengan waralaba ini, pembeli terbantu dengan merek waralaba yang cenderung sudah diterima pasar. “Bisa nebeng merek ya,” kata Is.
Tak hanya nebeng merek, pembeli pun diuntungkan dengan pasokan manajemen dari penjual. Ya, pembeli juga diajarkan tentang manajemen yang berlaku dalam waralaba tersebut. Pembeli cukup menyediakan uang modal dan bangunan, segala keperluan bisnis sudah di tangan. Sebagai pembeli, kita bisa langsung menjalankannya. Atau, bila tak memiliki bangunan, bisa memilih peluang usaha yang menggunakan gerobak.
Dari sekian banyak keuntungan bagi pembeli yang disebutkan tadi, waralaba acapkali dijadikan investasi. “Karena investasi 'kan intinya tidak terlalu banyak terlibat. Waralaba juga hampir sama,” kata Is. Namun, sejauh mana bisa dikatakan sebagai investasi? Tentu harus melihat jenis dan merek waralaba itu sendiri. Bila kita memilih jenis dan merek yang kurang tepat, yang ada kita hanya ‘gigit jari’.
Tak cukup ‘ongkang-ongkang’
Waralaba atau pun BO sebenarnya sangat cocok untuk orang yang tak berpengalaman, cenderung ingin menghindari risiko, atau modalnya pas-pasan. Namun, tetap harus hati-hati memilih. Jangan memilih karena harganya yang murah, tapi dilihat juga track record bisnisnya, termasuk kondisi keuangan bisnis penjual. “Kalau ada cabang yang sampai tutup, hati-hati. Kalau perlu kita cross check ke lapangan,” saran Is.
Jika dilihat lagi, prospek waralaba di Indonesia tampaknya masih populer untuk kuliner. Mengapa? Karena makanan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, kita juga harus pintar memilih bisnis kuliner yang akan kita kelola. Tak bisa sembarang, sebisa mungkin kita mencari yang unik.
Selain itu, pendidikan anak usia dini juga bisa menjadi alternatif. Tak lupa, bisnis laundry. “Sekarang saya lihat laundry itu tumbuh pesat, terutama didukung banyaknya apartemen, tempat kos,” ujar Is.
Lalu, bagaimana mengelola bisnis waralaba atau pun BO? Cukupkah sekadar duduk, tanpa usaha lebih? Bisa dicontohkan Simply Fresh Laundry yang didaulat sebagai pelopor waralaba laundry kiloan di Indonesia. Bisnis yang dirintis Agung Nugroho Susanto pada 2006 ini terbilang cukup dapat diterima masyarakat. Agung yang memulai usahanya dari nol pun mewanti-wanti bahwa ada paradigma yang salah di Indonesia, yaitu dengan waralaba kita bisa santai-santai atau ‘ongkang-ongkang kaki’. Padahal, justru dengan waralaba inilah kita dilatih bagaimana menjadi entrepreneur yang berhasil. Tentu saja waktu, tenaga, dan energi benar-benar cukup tersita.
Layaknya siklus hidup manusia, bisnis pun demikian. Ada kalanya meraup keuntungan, ada kalanya minim keuntungan, bahkan tak menutup kemungkinan nombok. Untuk bisnis waralaba ini, tentu dukungan dari penjual sangat berarti bagi pembeli. Baik dukungan manajemen, maupun terkait iklan. Umumnya, waralaba atau pun BO membantu para pembeli dengan memasang iklan perusahaan. Namun, bila pembeli mau menambahkannya dengan beriklan sendiri, itu juga bagus untuk mendongkrak penjualan. Intinya, kita perlu kreativitas dan inovasi dalam mengembangkan usaha.
Sebenarnya, banyak cara untuk bisa sukses berbisnis melalui waralaba atau pun BO. Menurut Sukandar,Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), tingkat keberhasilan mengembangkan usaha disebabkan beberapa faktor. Faktor itu di antaranya terkait dengan kepakaran/pengalaman (60%), hobi (40%), kerja tim (40%), kebiasaan (35%), onovasi (25%), juga meniru bisnis yang sudah ada (20%). “Kalau kita hobi misalnya, kita akan menyenangi pekerjaan kita, kita jadi lebih semangat. Ada passion-nya.” Agaknya benar juga ucapan Confucius, “Choose a job you love and you will never have to work a day of your life”. Sudah terbayang usaha apa yang ingin Anda jalankan?