Toko Online, Melesat Jika Konsumen Terpikat

Rusman Nurjaman

Editor

Toko Online, Melesat Jika Konsumen Terpikat
Toko Online, Melesat Jika Konsumen Terpikat

Intisari-Online.com - Tumbuh pesatnya pengguna internet di Indonesia mendorong kemunculan inovasi baru dalam dunia bisnis. Pelaku bisnis berduyun-duyun membuka dan melakukan ekspansi usaha secara daring (online), baik bisnis berskala kecil maupun besar. Ini terbukti dari keberhasilan toko-toko online (online shops) menjaring pembeli di Tanah Air.

Tak terhitung banyaknya toko daring yang menggunakan media sosial, mikroblog, maupun website untuk memasarkan produk dan jasanya. Namun di antara banyaknya toko virtual itu, hanya segelintir yang benar-benar mengaplikasikan strategi marketing daring secara serius. Padahal, penggarapan strategi marketing yang terencana dengan baik dapat melipatgandakan keuntungan.

Menjaring pangsa pasar daring

Zalora Indonesia dengan nama situs zalora.co.id merupakan salah satu toko daring besar yang terlihat menuai keuntungan besar dari bisnis itu. Mereka memanfaatkan peluang di balik pertumbuhan pendapatan kelas menengah Indonesia yang terus meningkat.

Dari segi persentase jumlah pengguna internet, Indonesia memang masih kalah dari Singapura dan Malaysia. Namun bagi Catherine Hindra Sutjahjo, Manajer Zalora Indonesia, potensi pasar di Indonesia cukup besar. Bank Dunia mencatat, saat ini jumlah kelas menengah di Indonesia mencapai 56,5% (136 juta jiwa). Pengguna internet di Indonesia yang kini sekitar 63 juta orang diprediksikan masih akan meningkat pesat. “Kami melihat ada peluang di sana, karena ada kemampuan berbelanja,” ujar Catherine.

Dengan transaksi berbasis online, Zalora juga dapat memberikan akses berbelanja yang merata ke seluruh pelosok Indonesia. Selama ini, hal tersebut tidak bisa dilakukan oleh pusat-pusat perbelanjaan yang berpusat di kota-kota besar saja. Namun dengan transaksi yang bersifat virtual, Zalora harus menempuh strategi khusus untuk menjaring pasar online. Pasalnya, tidak semua orang tertarik dan berani menjajal bertransaksi tanpa tatap muka dengan alasan keamanan.

Dalam menjalankan bisnisnya, Zalora berpegang pada 4 prinsip. Pertama, pilihan barang yang beragam. Saat ini Zalora menjual lebih dari 500 brand dengan jumlah lebih dari 30.000 ribu jenis produk. Kedua, free delivery. Ini dilakukan agar semua orang mempunyai akses yang sama untuk berbelanja barang dengan harga dan kualitas yang sama.

Dua prinsip berikutnya sengaja dirumuskan untuk melayani pembeli di Indonesia agar mereka tertarik berbelanja online, yaitu cash on delivery (COD) dan garansi tujuh hari pengembalian (cash back). Biasanya, orang kalau belanja biasanya akan memesan dan mentransfer uang terlebih dahulu, lalu menunggu barang datang. Zalora merupakan salah satu pelopor COD di Indonesia. Mekanisme COD memungkinkan orang untuk menepis keraguan untuk membeli karena barang dapat dibayar saat sampai ke tangan pelanggan.

Sementara dengan adanya garansi tujuh hari pengembalian (cash back) ditawarkan Zalora untuk mengurangi ketakutan orang berbelanja online. Di situlah orang bisa bilang tidak ada risiko bagi siapa pun untuk berbelanja secara daring.

“Kita bersyukur karena tingkat pengembalian barang hanya 5 persen. Ini tidak masalah, karena yang penting pembeli puas dengan pelayanan kami,” tutur perempuan kelahiran Surabaya itu.

Pelayanan ini masih ditunjang dengan tampilan website yang lengkap. Produk yang dipajang bisa dilihat secara mendetail. Setiap barang minimal memiliki 4-5 foto dengan diberi keterangan-keterangan yang detail, seperti lebar bahu, pinggang, dan panjang lengan. Dengan informasi yang lengkap, pelanggan dapat membayangkan rupa barang yang dibelinya.

Untuk mengetahui tren yang berkembang di masyarakat Zalora mempunyai tim khusus yang sudah berpengalaman di industri fashion 15-20 tahun. Jadi mereka tahu apa yang sedang menjadi tren di Indonesia, kawasan Asia dan dunia. Dan memproyeksikan tren ke depan seperti apa.

Zalora juga menggunakan promosi online di media sosial, Google, dan Yahoo sebagai bagian dari strategi marketing online-nya. Selain itu, Zalora juga gencar dalam offline marketing, misal beriklan di televisi dan media cetak. Kemudian melakukan kerjasama dengan beberapa institusi tertentu seperti Telkomsel dan Bank BCA.

Membuka toko secara fisik juga (offline)

Serupa dengan Zalora, Bhinneka juga mempergunakan marketing online dan offline dalam berpromosi. Namun, toko online yang berfokus pada penjualan produk elektronik ini memiliki strategi unik untuk menghimpun kepercayaan konsumer dalam berbelanja. Caranya, membuka toko fisik (offline) pada tahun 2004. Keputusan ini kemudian menjadi titik balik karena kepercayaan orang mulai meningkat.

Strategi awal yang dilakukan Bhinneka mungkin tidak fokus ke bisnis online, karena aktivitas bisnisnya lebih banyak di offline. Hendrik Tio, pendiri dan Direktur Bhinneka.com, menjelaskan bahwa saat itu karakter masyarakat Indonesia belum siap untuk bertransaksi online. Namun dalam perkembangannya Bhinneka.com memang lebih dikenal sebagai toko online, terutama untuk konsumen di luar Jakarta.

“Sekarang kecenderungannya mencari apa saja lewat internet. Tidak lagi lewat buku kuning. Karena itu, kita harus memberikan penetrasi yang berbeda,” jelas Hendrik.

Untuk meningkatkan kepuasan berbelanja, Bhinneka memberikan pelayanan purnajual (after sales service). Artinya, barang yang sudah dikirim bisa ditukar kembali jika dirasa kurang cocok, asal barangnya masih dalam kondisi baik. Selain itu, Bhinneka juga mengembangkan fitur website agar lebih menarik dan tidak monoton. Variasi produk juga jauh lebih banyak, mulai dari laptop, kamera, tablet, dan berbagai produk IT serta alat-alat elektronik lain.

Saat memulai toko online, Hendrik juga menemui kerikil dalam perjalanan bisnisnya. Ketika itu, orang tidak percaya pada transaksi online karena merebaknya cybercrime. Banyak situs besar yang mati. Zalora lebih beruntung karena ketika muncul, apresiasi dan kepercayaan masyarakat pada bisnis online mulai pulih. Keduanya tentu memiliki strategi tersendiri dalam mempertahankan dan memperluas pasar.

Saat ini Bhinneka mempunyai 400 karyawan dan 6 toko offline di Jakarta. Bhinneka enggan menyebut nilai transaksinya, tapi setahun rata-rata melakukan lebih dari 300 ribu transaksi. Sementara itu, Zalora mencatat 1.000-1.200 transaksi per hari untuk kisaran harga barang puluhan ribu sampai jutaan rupiah.

Di awal operasinya, 70% pelanggan Zalora berasal dari Jakarta. Kini, setelah 2 tahun, pelanggan asal Jabodetabek cuma 40%. Selebihnya tersebar di 512 kota di Indonesia, dengan pelanggan terbanyak berasal dari Bandung, Surabaya, dan Makassar.

Di masa mendatang, Zalora akan melakukan dua hal. Pertama, tetap menjalankan kegiatan e-commerce agar orang tahu dengan keberadaan Zalora. Kedua, mempertahankan pengalaman berbelanja pelanggan (customer experience). Caranya, pengiriman barang harus selalu tepat waktu dan mempertahankan kualitas.

Zalora mempunyai warehouse sendiri untuk menyimpan barang. Tujuannya, agar bisa melakukan kontrol kualitas pada saat ada order.