Intisari-Online.com - Mari kita cermati pengalaman Leslie. Ibu sepasang anak ini tak habis pikir kenapa keuangannya selalu jebol. Setiap bulan ia mengalami kondisi minus. Padahal, di atas kertas ia seharusnya mengalami surplus. Gajinya dan gaji suaminya sudah dapat dikatakan lebih dari cukup.Ia juga rajin mencatat setiap pengeluaran rumah tangga dengan detail, dari yang bernilai besar hingga yang sekecil-kecilnya di dalam catatan pengeluarannya. Di akhir bulan, ia menjumlahkan seluruh pengeluarannya. Namun, apa yang terjadi? Leslie selalu kaget dengan jumlahnya. Pengeluarannya ternyata sama dengan gabungan penghasilan dia dan suaminya. Tak ada lagi bagian dari hasil mereka bekerja yang ditabung.Leslie sebenarnya tak sendirian. Ari Setiawan, kepala Bidang Pendidikan dan Hubungan Internasional Induk Koperasi Kredit dan CUCO(Credit Union Counselling Office) untuk wilayah Indonesia, memberi contoh peserta pelatihan mengelola uang yang dia berikan di pedesaan."Saya memberi waktu 15 menit (kepada peserta) untuk merinci pengeluaran mereka. Dengan cepat mereka menuliskannya. Daftarnya banyak sekali, dari A sampai Z. Barulah mereka sadar bahwa pengeluaran setiap bulan mereka banyak sekali. Lo kok, baru sadar sekarang? Jawaban mereka, 'Karena kami tidak pernah menuliskannya seperti ini'," papar Ari yang bekerja di Inkopdit sejak tahun 2001."Sebaliknya, ketika saya suruh merinci pendapatannya, mereka bingung. Yang ditulis cuma gaji. Padahal, keuntungan berjualan baju, uang saku dinas luarkota atau negeri pun termasuk penghasilan," tambahnya.Betapa besarnya pengeluaran mereka semakin jelas begitu mereka mengurangi penghasilan dengan total pengeluaran mereka.Dari pelatihan itu mereka tahu manfaat menulis dan merinci pengeluarannya. Kalau tidak, mereka tak akan pernah tahu pasti berapa rupiah uang yang kita keluarkan setiap bulannya.(Bersambung)--Tulisan ini ditulis oleh Nis Antari di Majalah Intisari Edisi Family Financial Planning tahun 2005 dengan judul asli "Kendalikan Keuangan dengan Anggaran."