Intisari-Online.com -Siapa yang tidak tahu dongeng Cinderella? Seorang gadis malang yang harus hidup bersama ibu dan kedua kakak tirinya yang kejam selepas ibu kandungnya meninggal, dan pada suatu hari ia sangat dicari oleh seorang pangeran tampan yang kelak akan menjadikannya pendamping hidup karena sebuah sepatu kaca yang tertinggal pada saat pesta dansa. Cerita dongeng ini tentunya sangat familiar kita dengar sejak kecil, tapi tahukah anda mengenai cinderella complex (CC)?
Cinderella complex yang tak seindah namanya
Dalam sebuah buku berjudul "The Cinderella Complex: Women's Hidden Fear of Independence" (1981) Collete Dowling menjelaskan CCsebagai sebuah keinginan dibawah ketidaksadaran untuk diurus oleh orang lain atau keadaan yang dialami seorang perempuan di mana ia sangat ingin dilindungi dan membutuhkan seorang pria sebagai tameng dalam kehidupannya. Sehingga secara tidak sadar perempuan ini memiliki rasa tidak percaya diri akan kemampuan dirinya sendiri dan tidak mandiri. Menurut Psikolog Elly Risman, dari Yayasan Kita dan Buah Hati,gejala CCatau sering disebut juga dengan sindrom 20, 21, 22, 23 dan seterusnya. Mengapa? Karena sindrom ini dialami oleh perempuan pada usia twentysomething (duapuluhan dan seterusnya selama ia masih tetap mengharapkan sosok pangeran khayalan seperti dalam dongeng Cinderella yang datang dan menyelamatkannya). Seorang perempuan dengan CCpada dasarnya merindukan sosok seperti seorang ayah untuk dijadikan pasangannya. Sifat mengayomi, dewasa, dan melindungi adalah sifat dominan yang diinginkan. Bahayanya, apabila seorang perempuan dengan sindrom CCini tidak mendapatkan pasangan sesuai dengan yang diharapkannya, maka ia akan sangat kecewa dan menuntut pasangannya menjadi sesuai dengan apa yang ia harapkan.
Ada kaitannya dengan masa kecil
Lantas, adakah yang salah dengan wanita yang mengalami CC? Menurut Elly Risman, ternyata perempuan yang mengalami CCini pada masa kecilnya terbiasa dimanja, tidak diajarkan untuk menerima kenyataan hidup, dan dicekoki banyak harapan tentang kisah yang berakhir bahagia tanpa mengetahui bahwa akhir yang bahagia adalah hasil dari perjalanan atau proses panjang dari suatu upaya dan perjuangan. Akibatnya, jika terlibat masalah mereka tidak tahan terhadap invasi kekuasaan dari lingkungan, mereka tidak mampu berpikir tentang dirinya apalagi menangani masalah yang menimpa, karena sejak kecil semua masalahnya diatasi bunda, ayah atau pengasuhnya. Tanpa disadari para orangtua memiliki peran esensial dalam pola pengasuhan anak sejak dini, apabila orangtua sering membela kesalahan yang dilakukan anak, over-protective, dan selalu menuruti keinginan anak, orang tua tersebut telah membentuk kepribadian anak perempuan mereka menjadi seorang putri dengan sindrom CC.