Intisari-Online.com – Seorang medical representative atau medrep, yang biasa membuat kontrak dengan dokter,mengaku, suatu ketika, anaknya demam dan ia pun membawanya ke sebuah klinik di Jakarta Selatan. Dokter yang sudah terikat kontrak dengan perusahaan farmasi tersebut kemudian memberi resep antibiotik golongan dua.
Lantaran paham, medrep tersebut menolak resep dokter. "Saya minta amoxicilin saja. Amoxicilin kan termasuk antibiotik golongan rendah. Saya tahu kalau demam biasa, pakai amoxicilin saja cukup," ungkapnya.
"Tak perlu golongan dua yang seperti yang sempat diresepkan dokter. Kasihan anak saya, nanti jadi resisten. Lagipula antibiotik golongan dua itu jauh lebih mahal," katanya lagi.
Pria berkepala plontos itu pun buka kartu kepada dokter yang sudah terikat kontrak dengan perusahaan farmasi tersebut bahwa dirinya berprofesi sebagai medrep. "Dokter itu kemudian mengganti resepnya," katanya.
Dalam pembicaraan singkat tersebut, si dokter mengaku punya kerja sama dengan sebuah perusahaan obat yang memproduksi antibiotik golongan dua.
Pilihan amoxicilin untuk mengatasi demam si anak tidak keliru. "Ternyata benar, dalam dua hari, anak saya sembuh," imbuh medrep tersebut.
Mengaku sebagai "orang farmasi" memang jadi password bagi para medrep untuk tidak menjadi korban resep tidak masuk akal dari dokter yang sudah terikat kontrak dengan perusahaan farmasi.
"Kalau ada keluarga yang sakit ataupun opname, sejak awal saya katakan kepada dokternya, 'dok... saya orang farmasi lho'. Kalau sudah gitu, pasien gak akan diberi resep yang aneh-aneh," ujar seorang mantan medrep. (tribunnews.com)