Intisari-Online.com - Awan kumulonimbus yang diduga menjadi penyebab pesawat AirAsia QZ8501 hilang (Minggu, 28/12/2014) kini menjadi semakin mengancam keamanan penerbangan seiring pengaruh pemanasan global.
Awan kumulonimbus yang oleh Direktur Utama AirNav Bambang Tjahjono disebut "musuh bersama penerbangan" itu jugalah yang kini menantang keamanan penerbangan komersial yang relatif mapan dengan aturan terbangnya.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Edvin Aldrian mengungkapkan bahwa awan kumulonimbus di wilayah tropis semacam Indonesia mengalami perubahan.
Edvin mengungkapkan bahwa perubahan itu terkait ukuran dan ketinggian awan berbahaya itu.
"Saya melihat bahwa pertumbuhan awan kumulonimbus itu sekarang makin besar dan makin tinggi," katanya saat dihubungi Kompas.com, Senin (29/12/2014).
Edvin menyebut, perubahan pada awan kumulonimbus berhubungan dengan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan global, yang di antaranya ditandai dengan anomali suhu muka laut serta anomali siklon tropis, mengintensifkan pembentukan awan kumulonimbus.
Edvin menuturkan, perubahan pada awan kumulonimbus menantang dunia penerbangan modern dengan aturan terbangnya. Apakah aturan ketinggian terbang untuk pesawat yang dirancang saat ini masih relevan?
"Awan kumulonimbus yang lebih tinggi harus membuat penerbangan beradaptasi. Selama ini sudah ada aturan penerbangan domestik berapa, lintas benua berapa. Mungkin penerbangan harus pada ketinggian lebih tinggi lagi," katanya.
Laporan penelitian tentang tren perubahan ukuran dan ketinggian awan kumulonimbus itu sebenarnya sudah disampaikan oleh para peneliti dunia. Namun, kata Edvin, industri penerbangan belum menganggap serius.
Namun, pengamat penerbangan dari majalah Angkasa, Dudi Sudibyo, mengungkapkan bahwa terbang ketinggian lebih tinggi memunculkan tantangan baru pada soal teknologi pesawat terbang itu sendiri.
"Seperti yang terjadi pada AirAsia kemarin, ketinggian awan kumulonimbus itu 48.000 kaki. Dari situ memang harus menghindar karena pesawat komersial tidak bisa terbang melebihi 45.000 kaki," katanya.
Terbang ke ketinggian lebih tinggi, kata Dudi, juga bakal menghadapkan pesawat pada masalah tekanan. Teknologi pesawat komersial saat ini sudah dirancang untuk terbang dengan batas tekanan tertentu.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR