Intisari-Online.com – Berikut ini tulisan dr. Suryanto, seorang dokter penerbangan, yang tulisannya pernah dimuat di Intisari edisi November 1997 dengan judul asli Mencermati Penyebab Rontoknya Burung Besi, yang berkisah bagaimana mencermati penyebab kecelakaan pesawat terbang dan tentang peranan manusia dalam musibah penerbangan.
--
Dunia penerbangan sebenarnya belumlah berusia lama. Jika menengok pada keberhasilan Wright bersaudara yang “sudah” mampu menerbangkan pesawatnya setinggi 9 m, sejauh 300 m, dan selama 12 detik, maka dunia penerbangan baru berusia 94 tahun.
Namun, kalau dilihat lebih jauh lagi, obsesi untuk bisa terbang seperti burung di udara telah berkecamuk di benak manusia jauh seblum itu. Setidaknya dalam legenda Yunani diceritakan tentang Icarus yang telah berhasil terbang dengan sayap. Sayang, egonya membuat lilin perekat bulu sayapnya meleleh. Jatuhlah ia ke laut.
Itu dulu. Namun, dalam tingkat kemajuan teknologi aviasi seperti yang dicapai sekarang pun masih saja terselip kemungkinan, betapa kecilnya, terjadinya kecelakaan penerbangan.
2/3 faktor manusia
Dalam dunia penerbangan terkait tiga hal: keamanan, keselamatan, dan musibah (kecelakaan). Menurunnya keamanan dan atau keselamatan dapat mengundang kecelakaan penerbangan. Pembajakan pesawat terbang Vickers Visount PK-MVM Merpati (1972), serta DC-9 Woyla milik Garuda, meledaknya Hercules C-130 pesawat Kepresidenan Pakistan AF-1 (1987), dan terbakarnya bagasi Fokker-28 Merpati di Surabaya merupakan sebagian contoh kecelakaan berlatar belakang keamanan pesawat.
Sedangkan jatuhnya pesawat haji Indonesia DC-8 milik Loft Leider di Srilanka (1978), kecelakaan HS-748 Airfast di Gunung Sangkaraeng Lombok (1990), NC-212 Merpati PK-NCY di lereng Gunung Tihengo (1991), Fokker F-27 Merpati PK-MSD di Gunung Klabat (1991), serta Fokker F-27 Sempati Air di Surabaya (1991) adalah contoh musibah berlatar belakang keselamatan terbang.
Namun, menyusuri penyebab tak aman dan tak selamatnya pesawat tidak mudah. Musibah penerbangan selalu berlatar belakang multifaktor. Menurut FAA, penyebab kecelakaan penerbangan ada tiga, faktor cuaca (13,2%), pesawat terbang (27,1%), dan manusia (66,7%). Manusia memang potensial menjadi pemicu. Ada banyak hal yang melatarbelakanginya, entah kesalahpahaman, kelelahan mental, kurangnya pengalaman, maupun masalah budaya.
Sebagai contoh kecelakaan jatuhnya pesawat terbang bermesin propeller ketika akan melakukan pendaratan. Tiba-tiba mesin sebelah kanan mati ketika pesawat terbang melakukan final-approach, 2 km dari ujung landasan. Ketinggian pesawat saat itu sekitar 1.000 kaki (± 300 m). Pesawat diterbangkan oleh pilot dan kopilot bertugas sebagai pendukung semisal membacakan urutan pendaratan.
Ketika mesin mati, kapten memerintahkan kopilotnya untuk mengatasi mesin tersebut. Ada istilah pengecekan bagian mesin yang rusak. Rupanya karena begitu tegang atau mungkin kurang terampil, kopilot salah menafsirkan perintah kapten dengan melakukan pengecekan tindakan yang lain sama sekali. Sang kapten pun tak menyadari tindakan kopilot.
Akibatnya fatal! Pesawat justru menjadi terbang lebih rendah, kehilangan tenaga, dan sulit untuk dikoreksi lagi. Akhirnya, pesawat terjerembap dengan keras di perkebunan kelapa sawit. Lima belas penumpang dan awak pesawatnya meninggal. Beberapa penumpang selamat walau cedera.