Intisari-Online.com – Morfin dikenal sebagai biang narkoba, anak kecil juga tahu. Namun, kalau obat-obat rumahan pun bisa dipakai buat teler, mungkin belum semua mafhum. Padahal ini salah satu pintu masuk yang membuat orang rentan tergelincir menjadi pecandu narkoba. Waspadai banyak jalan menuju narkoba, bahkan semua obat pun bisa.
--
Mungkin ini peringatan yang kesekian ribu kali buat para orangtua agar lebih waspada terhadap putra-putrinya yang masih remaja. Sekitar 15% pengguna narkoba mengawali petualangannya dengan menenggak obat-obatan yang lumrah disimpan di lemari obat (hasil penelitian Asian Harm Reduction Network, AHRN, Indonesia).
Salah satunya yang sangat popular ialah obat tidur. Obat yang dalam bahasa gaul disebut boti itu memang idola buat para pemula. Biasanya diresepkan oleh dokier buat pasien yang punya masalah sulit tidur. Yang paling sering diresepkan yaitu golongan benzodia-zepin dan barbiturat. Umumnya, obat-obat itu punya efek mempengaruhi sistem saraf pusat di otak.
Sebagai obat betulan, dosis pil tidur biasanya satu tablet sekali minum. Namun. para junkie (penyalah guna) menenggaknya dalam dosis yang gila-gilaan: satu setrip atau satu blister sekali minum.
"Kalau diminum sampai overdosis, obat-obat ini tidak menyebabkan orang tidur seharian atau dua hari, tapi malah bisa bikin beringas, teler," terang Prof. Dr. dr. Dadang Hawari, psikiater yang banyak menangani kasus kecanduan narkoba.
Dalam praktiknya, obat tidur itu dengan gampang bisa didapatkan di toko-toko obat hingga kios-kios gerobak di pinggir jalan. Padahal seharusnya hanya bisa diperoleh di apotek dengan resep dokter. Itu semua akibat lemahnya pengawasan. Ini yang celaka dua belas.
"Pokoknya, asal ada duit. gampang dah nyarinya!" kata Ratna Pasaribu, Information and Training Officer dari AHRN, menirukan ucapan para responden penelitian. Hanya dengan menyebutkan kata sandi tertentu, mereka bisa pulang membawa pil koplo itu. Duitnya pun tak perlu banyak-banyak. Cukup beberapa lembar uang ribuan saja.
Semua obat pun bisa
Di kalangan junkie, obat apa pun bisa dipakai untuk teler. Jika tak mendapatkan pil koplo mereka menggunakan obat-obat bebas (nonresep) sebagai pengganti. Tak ada pil tidur, obat batuk pun jadi. Tak dapat benzodiazepin, metil-morfinan pun oke (penulis sengaja menggunakan sinonim kimia yang tak lazim untuk menghindari kemungkinan informasi ini malah disalahgunakan).
Karena termasuk obat-obatan OTC (over-the-counter drugs), obat golongan ini sah dijual bebas di toko obal maupun apotek. Harganya pun murah meriah. Edisi generiknya hanya seratus perak per tablet. Dilihat dari struktur kimia obat ini sebetulnya masih satu golongan dengan morfin. Cara kerjanya menekan refleks batuk di otak. Namun, karena tidak menimbulkan efek adiksi (kecanduan) berat seperti morfin, obal ini tidak masuk golongan narkotika.
Dalam dosis terapi, obat ini bisa menurunkan frekuensi batuk kering. Namun. para penyalah guna biasanya membeli dalam jumlah kelewat banyak, misalnya 30 butir. Jumlah sebanyak ini tidak lazim untuk tujuan pengobatan. Untuk mengecoh petugas di apotek, mereka datang ke apotek sambil bergaya terbatuk-batuk.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR