Intisari-Online.com – Secara hukum, tak ada satu pasal pun yang dilanggar ketika seseorang membeli obat batuk 30 biji, obat flu atau antihistamin tiga setrip. Obat-obat ini bukan termasuk psikotropika maupun narkotika. Namun, jelas tak ada yang menyangkal kalau perilaku ini masuk kategori narkobawi. Awalnya dikonsumsi hanya untuk senang-senang, lantas selanjutnya menjadi ketagihan.
Menurut Ratna Pasaribu, gejala ini patut mendapat perhatian dari semua pihak. Bukan hanya pemerintah sebagai lembaga pengawas.
Namun juga apotek, toko obat, orangtua, hingga para guru sekolah. "Kalau ganja ‘kan sudah jelas. Hukumannya berat. Tapi kalau pil tidur?" kata Ratna mempertanyakan.
"Saya dulu mengira, untuk mendapatkan pil tidur itu sulit. Ternyata gampang banget," tambahnya. Bagi mereka yang belum bisa mengakses ganja, obat-obat ini bisa menjadi pintu masuk yang tak kalah berbahaya. Celakanya, saat minum pertama kali, para pemakai umumnya tak mengetahui bahayanya. Mereka pikir minum pil semacam itu tidak akan bikin ketagihan.
Ratna bilang, 90% responden mengaku, pada awalnya hanya coba-coba. Just for fun. Mereka tak pernah sadar, pintu masuk menuju narkoba seperti klep satu arah. Begitu masuk, dijamin sulit keluar. Dalam dosis salahguna, obat-obat itu bisa merusak kemampuan berpikir. Padahal, syarat utama berhenti dari pengaruh narkoba adalah berpikir!
Itu sebabnya, sekali kena pengaruh drug, pemakai akan sulit berhenti. Sekalipun tahu itu tindakan "koplo", mereka tetap saja ngoplo.
Meskipun sifat adiksinya tak sehebat morfin, obat-obat itu tetap bisa membuat pemakainya kecanduan dan ingin mengulangi pengalamannya saat giting. Tingkat kecanduannya jauh lebih hebat daripada rasa kangen terhadap nikotin tembakau. Jika disetop begitu saja, bisa timbul gejala putus obat yang membuat mereka tersiksa.
Selain itu, pemakaian obat-obatan overdosis seperti ini pun bisa menyebabkan toleransi. Secara bertahap, tubuh beradaptasi sehingga "kebal" dengan dosis sebelumnya. "Semakin lama dosisnya semakin besar untuk mendapatkan efek yang sama." kata Dadang Hawari.
Yang awalnya 10 tablet bisa langsung terbang, besoknya dosis sebesar itu tak lagi cukup untuk membuatnya melayang. Akhirnya mereka harus minum lebih banyak lagi, dan terus lebih banyak lagi supaya mendapatkan efek yang sama. Setelah tak cukup lagi membuat terbang, mereka akan mencoba jenis narkoba betulan.
“Para pengguna punya kebiasaan yang sama. Begitu sudah masuk ke dunia narkoba, mereka akan mengekplorasi semua jenis narkoba sampai menemukan drug of choice yang cocok buat mereka. Masing-masing orang bisa berbeda," ujar Ratna Pasaribu.
Karena itu, pemakai pil tidur dkk. bukan cuma dari kalangan longpes. Pecandu dari kalangan keluarga berduit juga memakainya saat menjelajah narkoba. Semua kelas ekonomi punya seni tersendiri dalam bernarkoba ria.
Modal gopek bisa gedek
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR