14 Juta Wanita Heteroseksual China Terjebak Pernikahan Palsu dengan Pria Homoseksual

Ade Sulaeman

Editor

14 Juta Wanita Heteroseksual China Terjebak Pernikahan Palsu dengan Pria Homoseksual
14 Juta Wanita Heteroseksual China Terjebak Pernikahan Palsu dengan Pria Homoseksual

Intisari-Online.com - Salah satu pakar perilaku dari komunitas LGBT, Zhang Beichuan, merilis data bahwa jutaan wanita di China terperangkap menikah dengan pria homoseksual.

Dalam sebuah wawancara dengan China Daily, pensiunan profesor dari Qingdao University dan peneliti tersebut mengatakan, “Setidaknya ada 14 juta wanita heteroseksual di China terjebak dan pernah terjebak dalam pernikahan palsu dengan pria homoseksual,”.

Tekanan sosial soal pernikahan dalam budaya China yang sangat tinggi, kata Zhang, telah menciptakan fenomena bernama Tongqi, yang memiliki arti istri-istri dari kaum pria homoseksual.

“Kurangnya edukasi seks di sekolah menengah telah berkontribusi pada tragedi Tongqi. Selain itu, perilaku buruk dan kasar lingkungan sosial pada pria homoseksual juga pemicu lahirnya fenomena ini,” jelas Zhang.

Stigma sosial yang menentang perilaku homoseksual di China, membuat para pria gay menahan hasrat dan menyembunyikan orientasi seksual mereka yang sesungguhnya.

Alhasil, banyak pria homoseksual yang menjalani hubungan dengan wanita sebagai alibi untuk menghindari penolakkan.

Studi yang dilakukan Zhang menunjukkan bahwa 80 persen dari 20 juta pria homoseksual di China mengaku bahwa mereka tengah menikah dan pernah menikah dengan wanita heteroseksual.

Angka yang sangat tinggi itu sangat mengkhawatirkan, mengingat jutaan wanita yang terpuruk tapi mereka memilih diam dan larut dalam kesedihan memiliki suami penyuka sesama jenis, selama bertahun-tahun lebih.

Namun, dua tahun lalu, sejumlah wanita China akhirnya bersuara dan memutuskan bercerai ketimbang bertahan dalam pernikahan imitasi penuh penderitaan.

Salah satu contohnya, Fei Yan (41), yang memiliki nasib tidak beruntung menikah dengan pria homoseksual sehingga menyebabkan dirinya mengalami gangguan emosional selama bertahun-tahun.

“Sebelum dia (suami Fei) mengaku padaku, aku sama sekali tidak tahu apa yang terjadi di antara kita,” jelas Fei.

Fei dan suami menjalani pernikahan pada umumnya pasangan suami istri. Mereka memiliki dua anak, pekerjaan yang bagus, dan kehidupan menengah yang serba cukup.

“Namun, saat kami hanya berdua, dia tidak ingin menyentuh atau berdekatan denganku. Aku sampai berpikir ada yang salah dengan diriku. Perasaan bersalah itu terus mengikutiku selama bertahun-tahun menikah dengannya,” urainya.

Kondisi yang dialami Fei, dialami oleh banyak wanita di China. Namun, tak semuanya cukup berani untuk mengakhiri rumahtangga dengan perceraian.

Hal ini dipicu karena banyak wanita China yang memutuskan untuk berhenti kerja setelah memiliki anak, sehingga mereka pun jadi tergantu secara finansial pada suami.

Alhasil, mereka memilih diam meski suami mengaku pria homoseksual.

“Aku tidak mau anakku hidup tanpa ayah, tetapi aku lebih tidak mau mereka hidup dalam keluarga yang lumpuh,” imbuhnya.

Sementara banyak wanita yang akhirnya berani memilih pernikahan karam di tengah jalan, mereka juga mengalami rasa malu dan hinaan secara tradisi karena berstatus janda.

“Hukum pernikahan di China tidak mendukung wanita, sehingga mereka merasa tidak beruntung dalam perceraian, terutama soal kompensasi,” jelas Zhang.

Terakhir, Zhang menyarankan sudah saatnya ada peralihan budaya dala, lingkungan sosial dan memberikan toleransi pada pria homoseksual.

Tujuannya untuk menghindari wanita-wanita heteroseksual berakhir menjalani hidup sebagai Tongqi.

(Lusina/kompas.com)