Persiapkan Mental Anak Sejak Kecil Jika Ingin Mereka Kuliah Ke Luar Negeri

Tika Anggreni Purba

Editor

Persiapkan Mental Anak Sejak Kecil Jika Ingin Mereka Kuliah Ke Luar Negeri
Persiapkan Mental Anak Sejak Kecil Jika Ingin Mereka Kuliah Ke Luar Negeri

Intisari-Online.com – Anda berniat untuk mengirim anak kuliah ke luar negeri saat ia dewasa kelak? Tentu perlu menyiapkan sekoci dan pundi-pundi sejak dini. Namun apakah persiapan uang saja cukup? Belum tentu. Uang memang penting, tapi persiapan mental anak lebih penting.

Kurangnya persiapan mental anak sejak dini adalah kekeliruan yang paling sering dilakukan orang tua yang menginginkan anaknya kuliah di luar negeri. Orang tua bekerja mati-matian untuk mempersiapkan dana pendidikan, tapi abai soal sikap mental anak. Ujung-ujungnya, si anak yang diharapkan “jadi orang” kelak, malah pulang kampung tanpa gelar.

Menyekolahkan anak ke luar negeri bisa jadi bumerang bagi orang tua, jika anak tidak dipersiapkan dengan matang dari segi mentalnya. Novita Tandry, Psikolog Pendidikan Anak sekaligus penulis buku 365 Days of Happy Parenting, menyatakan bahwa sebelum mengirim anak ke luar negeri, anak harus sudah siap dari segala aspek tumbuh kembangnya.

Artinya secara mental, fisik, emosional, bahasa, dan spiritual anak mesti siap. Sebab ancaman di luar negeri terlalu terbuka. Seperti pergaulan bebas dan narkoba merupakan ancaman yang mengerikan.

“Bagian terpenting sebelum mengirim anak kuliah ke luar negeri adalah kematangan anak tersebut,” tegas Novita. Pertama, kematangan usia, anak harus matang dari segi usia biologis maupun mentalnya. Ada anak yang sudah lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) misalnya, hanya untuk bangun pagi dan mengurus dirinya sendiri saja masih susah.

Kedua, aspek kematangan anak untuk menghargai kehidupan. Novita mengisahkan mengenai teman anaknya yang sama-sama kuliah di luar negeri. Selama bertahun-tahun kuliah di luar negeri, si anak ini hanya mengenakan baju sekali pakai saja. Setelah dipakai, lalu dibuang. Padahal ia memiliki mesin cuci sendiri.

Hal ini, kata Novita, menunjukkan si anak tidak pernah belajar menghargai proses hidup. Bahwa menghasilkan uang untuk membeli pakaian bukanlah hal yang mudah. Bahkan mungkin ia tidak pernah berpikir, bahwa ada orang di luar sana yang kesulitan untuk memiliki pakaian. Karena itu sangatlah penting untuk mengajari anak untuk menghargai nilai-nilai hidup ini sejak ia masih kecil.

Ketiga, anak wajib diajari practical life sejak dini. Sebaiknya anak diajari keterampilan-keterampilan sederhana untuk menolong dirinya sejak kecil. Di usia dua tahun misalnya, anak sudah diajari untuk memakai sepatu sendiri, mengembalikan mainan ke tempatnya, makan dan minum sendiri, dll.

Anak-anak sebaiknya dibiasakan untuk menolong dirinya sendiri akan mempermudah dirinya kelak saat ia hidup sendiri. Keterampilan sederhana tadi juga akan mengajari si anak untuk menghargai proses. Termasuk dalam proses belajarnya di luar negeri kelak. Selamat bersiap!