Di tempat itulah, Soekarno mengaku buah pemikiran Pancasila tercetus. Ia memiliki cerita sendiri soal itu. Berikut yang dikisahkan Soekarno:
…suatu kekuatan gaib menyeretku ke tempat itu hari demi hari... Di sana, dengan pemandangan laut lepas tiada yang menghalangi, dengan langit biru yang tak ada batasnya dan mega putih yang menggelembung.., di sanalah aku duduk termenung berjam-jam. Aku memandangi samudera bergolak dengan hempasan gelombangnya yang besar memukuli pantai dengan pukulan berirama. Dan kupikir-pikir bagaimana laut bisa bergerak tak henti-hentinya.
Pasang surut, namun ia tetap menggelora secara abadi. Keadaan ini sama dengan revolusi kami, kupikir. Revolusi kami tidak mempunyai titik batasnya. Revolusi kami, seperti juga samudra luas, adalah hasil ciptaan Tuhan, satu-satunya Maha Penyebab dan Maha Pencipta. Dan aku tahu di waktu itu bahwa semua ciptaan dari Yang Maha Esa, termasuk diriku sendiri dan tanah airku, berada di bawah aturan hukum dari Yang Maha Ada…
(Baca juga: Terungkap Sudah Misteri di Balik Lukisan Da Vinci)
Ketika menjadi Presiden pertama Indonesia, Bung Karno kembali mengunjungi Ende pada tahun 1950.
Bung Karno tidak lupa pada pohon sukun favoritnya itu. Di sanalah Bung Karno bercerita proses pencetusan Pancasila yang kini ditetapkan sebagai dasar negara.
Sejak tahun 1980-an, pohon sukun itu kemudian dikenal menjadi Pohon Pancasila.
Namun, pohon aslinya sudah mati pada tahun 1970-an. Pemerintah setempat menggantinya dengan anakan pohon yang sama di lokasi yang sama.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR