Devit Febriansyah masuk ITB, satu kampung pun patungan untuk keberangkatannya ke Bandung.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Devit Febriansyah menjadi satu dari tiga siswa asal Sumatera Barat yang masuk ke Institut Teknologi Bandung (ITB) lewat jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) tahun 2025 ini.
Dua nama lain adalah Nauli Al Ghifari dan Deka Fakira Berna. Nauli sama dengan Devit, berasal dari SMAN 1 Bukittinggi. Sementara Deka Fakira dari SMAN 1 Padang.
Ketiganya, terutama Devit, berasal dari keluarga yang sederhana. Devit lolos ke Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB. Dia adalah satu-satunya pelajar dari Kecamatan Malala yang berhasil diterima melalui jalur SNBP tahun ini.
Ayah dan ibu Devit, Doni Afrijal dan Julimar, adalah kuli angkut kayu manis dengan penghasilan harian yang tak menentu. Mendengar kabar kelulusan Devit, warga sekitar pun berinisiatif bergotong royong membantu biaya keberangkatannya ke Bandung.
Tak hanya itu,Rektor ITB juga berkunjung langsung ke rumah Devit untuk menjemputnya.
Mendengar kabar Devit lolos ke ITB, warga sekitar pun bergotong royong memberikan bantuan dana melalui iuran sukarela.
Rektor ITB, Prof. Tatacipta Dirgantara, mengaku terharu dengan perjuangan dan semangat para pelajar tersebut. Dia memberikan pesan penuh makna kepada mereka saat berkunjung ke Sumbar.
"Di kampus nanti, kalian akan bertemu banyak mahasiswa hebat. Harus tetap berusaha yang terbaik dan jangan putus asa," ujar Prof. Tata, sapaan akrab sang rektor. Menurutnya, keberhasilan ketiga siswa ini menunjukkan bahwa keterbatasan ekonomi bukanlah hambatan untuk meraih pendidikan tinggi di kampus bergengsi.
Dia juga menegaskan komitmen ITB dalam memberikan akses seluas-luasnya kepada siswa berprestasi dari seluruh Indonesia, tanpa memandang latar belakang ekonomi.
Devit punya cita-cita yang mulia untuk keluarganya.Dia ingin membelikan rumah untuk kedua orangtuanya. Alasannya gegara selama ini tempat berteduh mereka masih menumpang ke orang lain.
Terinspirasi BJ Habibie
Rupanya Devit masuk ITB karena terinspirasi BJ Habibie, Presiden RI ke-3. Itu dia sampaikan saat bertemu dengan Tribun Padang, pada Sabtu (7/6). "Dia kan lulusan ITB," ujarnya.
Devit mulai giat belajar dan mengikuti berbagai lomba, salah satunya Olimpiade Sains Nasional (OSN). "Keinginan masuk ITB itulah yang membuat saya harus rajin belajar dan mengikuti berbagai lomba," terangnya. "Pada tahun 2024, saya pernah menjadi finalis tingkat nasional pada Olimpiade Orbit 360."
Tak hanya itu, Devit juga menegaskan bahwa ITB juga masuk sebagai kampus peringkat teratas di Indonesia. "Setelah dicek, ITB menempati posisi nomor 1 sebagai kampus terbaik di Indonesia," jelasnya.
Kampus ITB menurut Devit juga masuk dalam peringkat 500 terbaik di dunia. "Kalau tidak salah, kampus ITB juga masuk sebagai kampus terbaik dunia," ucapnya.
Sebelumnya diberitakan juga tentang sosok Devit Febriansyah asal Malalak yang dijemput Rektor ITB ke rumahnya pada Sabtu, (7/6/2025) lalu. Pelajar dari Malalak yang lolos masuk kampus ITB ini merupakan kabar baik bagi keluarga Devit dan masyarakat Malalak.
Devit merupakan seorang anak kurang mampu yang lulus ITB melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) tahun 2025. Dia tinggal di sebuah rumah yang cukup sederhana di Nagari Malalak Timur, Kecamatan Malalak, Kabupaten Agam.
"Ia dari kecil memang suka belajar dan selalu ingin tahu tentang apa saja," kata Doni, ayah Devit, saat bercerita kepada TribunPadang.com. Selain belajar, di rumah dia juga suka membantu sang ibu untuk menguliti kayu manis.
Doni mengatakan jika dia dan sang istri, Julimar hanya diupah oleh pemilik kebun untuk mengambil kulit kayu manis. "Saya tidak punya pohon kayu manis maupun kebunnya. Kami hanya diupah oleh orang," ucap ayah Devit. "Saya dan istri tidak tamat sekolah dasar, jadi hanya kerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan keluarga," sambungnya saat bercerita.
Sama halnya dengan Doni, Wakil Kepala Sekolah Urusan Kurikulum SMAN 1 Bukittinggi Azmiarni mengungkapkan jika Devit merupakan salah satu siswanya yang berprestasi di sekolah. "Ia mampu menguasai semua mata pelajaran," terang Azmiarni kepada TribunPadang.com, Senin (9/6/2025) lalu.
Selain itu, wakil kepala sekolah itu juga menyebut bahwa Devit sama pintarnya dengan Nauli Al Ghifari. Mereka berdua juga sering mengikuti lomba-lomba di tingkat kota, provinsi hingga sampai ke nasional.
"Devit pernah mengikuti lomba tingkat nasional dan masuk sebagai finalis pada tahun 2024," tambahnya.
Ingat Tan Malaka
Soal sekolah "dibiayai" satu kampung mengingatkan kita pada Tan Malaka. Kebetulan Tan Malaka juga pernah sekolah di Bukittingi, sama dengan Devit. Ketika Tan Malaka hendak meneruskan pendidikan ke Belanda, tepatnya Rotterdam, satu kampung ikut membiayai dan mengantarkannya.
Di Bukittinggi, Tan Malak sekolahdi Kweekschool Bukittinggi, tepatnya pada 1908. Selain belajar akademik, Tan Malaka juga jadi suka sepakbola. Setelah lulus dia kembali ke desanya.
Saat usianya 17 tahun, Tan Malaka pergi ke Rotterdam untuk melanjutkan sekolah pendidikannya di Rijskweekschool. Tan Malaka bisa berangkat salah satunya karena ada bantuan dana dari orang-orang di kampungnya juga guru yang mencintainya.
Di Belanda, Tan Malaka berjumpa dengan ide-ide revolusioner, yang pada akhirnya nanti menginspirasi tokoh-tokoh penting di Indonesia.