Dia benar-benar wakil rakyat, berani menggertak, meskipun dipecat. Giat memperjuangkan kampung miskin, itulah putra Wedana Batavia, M. Husni Thamrin.
Artikel ini pertama tayang di Majalah HAI edisi Maret 1984 dengan judul "M. Husni Thamrin"
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Pada akhir abad ke 19, Batavia sudah menjadi tujuan urbanisasi. Penduduk sekitar Jawa Barat yang melarat, berusaha mengadu untung di Batavia yang makin penuh sesak.
Ternyata mencari sesuap nasi di kota ini bukan hal gampang, akibatnya perampokan, pembunuhan dan berbagai jenis kejahatan lain merajalela. Hal mi membuat Wedana Batavia, Tabri Thamrin sibuk.
Sebagai ayah yang baik, bagaimanapun sibuknya, dia masih menyempatkan diri memperhatikan keenam anaknya. Satu di antaranya yang paling nakal, namanya Husni, lahir 16 Februari 1894.
Dia tumbuh seperti anak lain, suka berkelahi, berenang di sungai dan memasuki kebun buah tetangga.
Husni belajar bahasa Belanda di Instituut Bosch. Dari pergaulan di sekolah itu pula dia belajar banyak tentang perbedaan warna kulit. Di antara sekian banyak mata pelajaran yang diperoleh di sekolah, Husni hanya menyukai ilmu pasti dan bahasa.
Dengan hasil yang tidak gemilang, dia bisa lulus juga dan meneruskan ke sekolah menengah (Koning Willem III).
Kemanjaan dan kenakalannya makin berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Biaya sekolah semakin melangit, Husni punya banyak saudara yang membutuhkan pendidikan. Akhirnya dia berhenti sekolah dan bekerja di kantor Patih.
Karena dianggap pekerjaannya baik, dia dipindahkan ke kantor Residen Batavia. Gajinya meningkat, pergaulannya bertambah luas. Dia pindah kerja lagi ke kantor KPM.
Yang sempat terungkap dari masa muda Husni, dia suka keroncong, minum-minum dan pandai bicara. Dia disukai dalam pergaulan, karena pandai bicara dan wajahnya tampan.
Sementara itu kota Betawi tambah lama tambah besar, tambah sulit pula mengatur kebersihan kampung. Sebenarnya masalah kampung becek dan banjir, sudah diributin sejak zaman VOC.
Banjir yang disebabkan oleh genangan karena tidak lancarnya aliran, dan akibat luapan air sungai. Sungai-sungai Cisadane, Citarum dan Ciliwung, menggaris-garis jantung kota Betawi yang juga kaya akan rawa-rawa.
Kota ini sudah jadi langganan banjir dan genangan air. Kalau hujan diancam banjir, kalau kemarau kekurangan air bersih. Penduduk Jakarta, terutama di kampung-kampung diserang malaria dan penyakit pes.
Dalam Sidang Dewan Rakyat tahun 1930, Husni membentuk Fraksi Nasional, yang anggotanya orang Indonesia dalam Dewan dan ketuanya Husni Thamrin. Tahun 1905 dibentuklah Dewan Kota yang menangani masalah tata kota dan penduduknya, ketuanya Residen Betawi.
Di lain pihak, kaum terpelajar di Betawi mulai mengobarkan semangat berpolitik. Husni Thamrin belum terkenal, dia masih bekerja di kantor KPM.
Anak muda ini tidak puas dengan keadaannya sebagai kaum buruh, yang bekerja seperti mesin. Dalam Dewan Kota, Husni punya seorang sahabat, D. van der Zee, seorang sosialis besar yang telah matang berpolitik.
Dia punya cita-cita luhur untuk memperbaiki kehidupan rakyat jelata. Dengannya, Husni sering berdebat dan bertukar pikir, sedikit demi sedikit pikirannya mulai terbuka dan dapat memahami politik kolonial.
Tahun 1919, Husni yang masih muda ikut menjadi anggota Dewan Kota (Gemeenteraad). Van der Zee tetap mendampinginya, banyak memberi bahan percakapan dan perdebatan dalam sidang.
Meskipun Husni giat dalam Dewan, pekerjaannya tetap beres. Mulanya atasannya tidak mempermasalahkan hal itu. Tetapi ketika suara Husni dalam sidang semakin keras, atasannya mulai tak suka.
Dianggapnya Husni tak pantas berlagak sebagai tuan besar, meskipun di luar jam kantor. Dia sering bertengkar dengan atasannya, dan Husni tak mau mengalah karena ia menganggap dirinya tak bersalah.
Pengaruh kaum pergerakan semakin besar. Husni kini sering menghadiri sidang Volksraad untuk menambah pengetahuannya. Dia pun mulai tertarik pada partai politik, tetapi yang paling menarik hatinya adalah usaha dr. Soetomo dan organisasi Budi Utomo.
Dia kagum pada keuletan Soetomo yang tidak terburu nafsu dalam bekerja dan punya tujuan pasti.
Atasan Husni di KPM merasa tidak senang pada kegiatan dan tingkah laku anak muda itu. Dia berusaha memindahkan Husni ke Banjarmasin. Kadang-kadang faktor kebetulan dalam hidup manusia bisa mengubah nasib.
Husni pikir, gajinya memang akan meningkat bila dia menerima kedudukan yang ditawarkan. Tetapi buruh bukan pekerjaan yang baik bila dia ingin mencapai cita-citanya.
Kata Husni: "Makan gaji terasa makan gergaji."
Akhirnya Husni berhenti bekerja dari KPM tanggal 17 September 1924. Mulailah aksinya dalam Dewan Kota. Namanya mulai dikenal masyarakat, karena suaranya yang keras, mengungkapkan keburukan kampung-kampung rakyat di Betawi.
Penyakit pes yang menyerang penduduk di tahun 1921. Ternyata kritik Husni terhadap pemerintah Belanda saat itu, mendapat dukungan dari anggota sosialis lain dan Dewan Kota. Usaha Husni mulai tampak hasilnya.
Pemerintah mau membiayai pembuatan saluran-saluran air untuk memperlancar aliran air, agar kampung terhindar dari bahaya banjir dan kesehatan penduduk lebih terjamin. Saluran ini siap di tahun 1922.
Dewan Kota meminta agar Husni lebih aktif. Dia diangkat menjadi Loco Burgemeester II (Wakil Walikota), dan enam bulan kemudian menjadi Loco Burgemeester I. Pengaruhnya makin bertambah.
Ketika itu PNI sedang menjadi perhatian rakyat. Husni tertarik pada Ir. Sukarno yang disebutnya 'Banteng Indonesia.'
Saat itu keadaan kuli kontrak di pulau Jawa dan Sumatera sangat menyedihkan. Pengawas kebun berlaku sewenang-wenang terhadap para kuli yang karena kelelahan duduk beristirahat. Mereka dicambuki dan dipukuli oleh mandor.
Karena tak tahan menderita, kuli-kuli mengamuk dan membunuh mandor. Husni yang mulai masuk ke gelanggang Dewan Rakyat diutus untuk meninjau nasib kuli kontrak yang dikungkung oleh ancaman hukuman badan.
Dalam sidang, Husni membongkar kejelekan ancaman hukuman badan. Pidatonya mendapat tanggapan luas di Eropa dan Amerika. Hingga di Amerika timbul kampanye memboikot tembakau Deli selama ancaman hukuman badan masih berlaku. Hingga lama-kelamaan ancaman hukuman ini makin melunak dan lenyap.
Saat itu antara sesama kaum pergerakan sering timbul perpecahan. Banyak pemimpin nasional yang ditangkapi. Perselisihan antar golongan sering terjadi, tetapi semangat perjuangan makin hebat. Ketika tahun 1932 didirikan VIA (Vereniging van Indonesische Academici), Husni jadi anggota.
Ir. Sukarno, si Banteng Indonesia, kemudian menjadi sahabat Husni. Husni senang meresapi buah pikiran Ir. Sukarno. Keduanya sering berbincang-bincang.
Suatu hari di bulan Agustus 1933, sepulang bertamu ke rumah Husni, Sukarno ditangkap. Tentu saja Husni marah dan kesal mendengar sahabatnya ditangkap. Dia yang mulanya ragu untuk terjun ke gelanggang pergerakan, sekarang ingin menjadi politikus yang sungguh-sungguh.
Dr. Soetomo membentuk Partai Indonesia Raya, dan Husni menjadi anggota. Ketika Soetomo wafat, Husni diangkat jadi ketua. Dalam perjalanannya ke Sumatera (kecuali Aceh), dia berhasil mengkampanyekan Parindra. Setelah itu, Husni masih aktif dalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia).
Demikianlah, Husni tak hanya aktif dalam memperjuangkan perbaikan kampung-kampung rakyat jelata. Dia juga ikut dalam perjuangan kemerdekaan.
Tahun 1940, 17 Mei tahun itu, harian Pemandangan dilarang terbit selama seminggu. Harian ini dilarang terbit karena memuat tulisan yang dianggap menentang pemerintah Belanda, judulnya Sumbangan Indonesia.
Tabrani adalah Ketua Pengurus Besar Persatuan Djurnalis Indonesia (Perdi). Di rumah Husni, mereka berdua membicarakan dan mengkritik kepindahan Pemerintah Belanda dari Den Haag ke London. Setelah Tabrani pulang ke kantor redaksi, Husni Thamrin mengirim surat yang isinya, penjelasan inti percakapan mereka tadi.
Beberapa bulan kemudian, dalam suatu penggeledahan oleh Belanda, ditemukan klise surat Thamrin kepada Tabrani. Thamrin yang sedang sakit malaria ditangkap dan dikenakan tahanan rumah. Tak ada yang boleh mengunjunginya kecuali dokter pribadinya, istri dan anaknya serta bujangnya.
Dini hari tanggal 11 Januari 1941, Thamrin wafat dalam usia hampir 47 tahun, hanya ditunggui bujangnya dan tanpa meninggalkan amanat. Namanya akan tetap dikenang karena memperjuangkan perbaikan kampung-kampung di Betawi.
Telegram dan karangan bunga banyak berdatangan sebagai tanda duka. Sampai akhir hayatnya Husni Thamrin, yang juga punya peran besar terhadap berdirinya klub asal ibukota, Persija Jakarta, berjuang untuk perbaikan kehidupan rakyat jelata dalam Dewan Kota Betawi.
Di Jakarta, namanya diabadikan sebagai nama jalan besar, di mana di kedua sisinya berdiri gedung-gedung perkantoran yang megah. Juga dijadikan nama Program Perbaikan Kampung. Penduduk yang mendengar kampungnya akan kena proyek MHT boleh senang, karena jalan di depan rumahnya akan diaspal, saluran air diperbesar atau diperbaiki, dan boleh berharap tidak kebanjiran.