Pangeran Tamjidillah Menjadi Sultan Banjar Setelah Diangkat Pemerintah Belanda

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Kesultanan Banjar pernah dikuasi oleh Pangeran Tamjidillah.
Ilustrasi - Kesultanan Banjar pernah dikuasi oleh Pangeran Tamjidillah.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Angin berbisik pilu di antara dedaunan pohon rambai, seolah meratapi nasib Kesultanan Banjar yang kian terjepit dalam cengkeraman kolonial Belanda. Di istana yang dulu megah, kini bayang-bayang kekuasaan asing merayap, menggerogoti sendi-sendi kedaulatan.

Takhta kerajaan, yang dulunya menjadi simbol keagungan dan kemuliaan, kini menjadi rebutan, bukan hanya antara para pewaris sah, melainkan juga menjadi incaran bagi para penguasa dari negeri seberang.

Di tengah pusaran intrik dan perebutan kekuasaan ini, muncullah sosok Pangeran Tamjidillah, seorang bangsawan Banjar yang nasibnya terombang-ambing dalam gelombang pergolakan politik.

Ia adalah putra dari Sultan Adam al-Watsiq Billah, raja Banjar yang gigih melawan penjajahan Belanda. Namun, takdir berkata lain.

Pangeran Tamjidillah justru menjadi pion dalam permainan politik Belanda, yang dengan licik memanfaatkan situasi internal kerajaan untuk memperluas kekuasaannya.

Pada tahun 1852, Belanda dengan sepihak mengangkat Pangeran Tamjidillah sebagai Sultan Muda, mengabaikan hak Pangeran Prabu Anom, putra mahkota yang sah.

Keputusan ini memicu gejolak di kalangan bangsawan dan rakyat Banjar, yang merasa hak-hak mereka diinjak-injak.

Namun, Belanda bergeming. Dengan kekuatan militernya, mereka memaksa Sultan Adam untuk menerima keputusan tersebut, mengancam akan menghancurkan Kesultanan Banjar jika menentang.

Sultan Adam, yang telah renta dan sakit-sakitan, terpaksa menelan pil pahit ini. Ia tidak ingin rakyatnya menjadi korban keganasan Belanda. Dalam hati, ia berdoa semoga Pangeran Tamjidillah dapat memimpin Banjar dengan bijaksana, meskipun diangkat oleh tangan-tangan asing.

Tahta Berlumur Darah

Lima tahun berselang, Sultan Adam wafat. Kesedihan menyelimuti Kesultanan Banjar, namun di balik duka itu, tersimpan kecemasan akan masa depan kerajaan. Pangeran Prabu Anom, yang seharusnya naik takhta, masih berada dalam pengasingan, diasingkan oleh Belanda karena dianggap sebagai ancaman.

Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Belanda. Pada tanggal 3 November 1857, mereka dengan resmi mengangkat Pangeran Tamjidillah sebagai Sultan Banjar, mengukuhkan kekuasaan mereka atas tanah Banjar.

Pangeran Tamjidillah, yang kini bergelar Sultan Tamjidillah II, naik takhta dalam suasana yang penuh kontroversi. Ia sadar bahwa legitimasinya dipertanyakan, baik oleh rakyatnya sendiri maupun oleh para bangsawan yang setia kepada Pangeran Prabu Anom.

Namun, Sultan Tamjidillah II bukanlah boneka Belanda semata. Ia berusaha menjalankan pemerintahannya dengan sebaik mungkin, menjaga kesejahteraan rakyatnya, dan mempertahankan sisa-sisa kedaulatan Kesultanan Banjar.

Ia menyadari bahwa posisinya sangat sulit, terjepit di antara kepentingan Belanda dan harapan rakyatnya.

Di sisi lain, Pangeran Prabu Anom tidak tinggal diam. Ia terus berjuang untuk mendapatkan kembali haknya, menggalang dukungan dari para bangsawan dan rakyat yang setia.

Perlawanan terhadap Belanda pun berkobar di berbagai penjuru, dipimpin oleh para panglima dan pejuang Banjar yang gagah berani.

Perang Banjar: Api Perlawanan yang Tak Kunjung Padam

Pengangkatan Sultan Tamjidillah II oleh Belanda menjadi pemicu pecahnya Perang Banjar, sebuah perlawanan panjang dan berdarah yang berlangsung selama hampir seabad.

Pangeran Antasari, seorang panglima perang Banjar yang kharismatik, memimpin perlawanan ini dengan semangat jihad fi sabilillah. Ia mengobarkan semangat perlawanan di seluruh penjuru Banjar, menyatukan berbagai kelompok pejuang dalam satu barisan yang kokoh.

Perang Banjar menjadi saksi bisu dari kekejaman Belanda dan kegigihan rakyat Banjar dalam mempertahankan tanah airnya. Ribuan nyawa melayang, darah membasahi bumi pertiwi. Namun, semangat juang rakyat Banjar tak pernah padam.

Mereka berjuang dengan segala daya upaya, mengorbankan harta benda, bahkan nyawa, demi mengusir penjajah dari tanah kelahirannya.

Di tengah kobaran api perang, Sultan Tamjidillah II berada dalam posisi yang dilematis. Di satu sisi, ia adalah Sultan Banjar yang seharusnya melindungi rakyatnya.

Di sisi lain, ia terikat dengan Belanda, yang telah mengangkatnya sebagai sultan. Ia berusaha mencari jalan tengah, menjaga perdamaian dan menghindari pertumpahan darah lebih lanjut.

Namun, usaha Sultan Tamjidillah II sia-sia. Belanda semakin gencar melancarkan serangan, memburu para pejuang Banjar hingga ke pelosok-pelosok hutan.

Pangeran Antasari dan para pengikutnya terus bergerilya, melakukan perlawanan secara gerilya, menyerang pos-pos Belanda dan mengganggu jalur logistik mereka.

Perang Banjar berlangsung selama puluhan tahun, menelan korban jiwa yang tak terhitung jumlahnya. Pangeran Antasari gugur di medan perang, namun semangat perlawanan yang ia kobarkan terus hidup di hati rakyat Banjar.

Perang Banjar akhirnya berakhir dengan kekalahan di pihak Banjar. Kesultanan Banjar dihapuskan, wilayahnya dicaplok oleh Belanda, dan para pejuang Banjar yang tersisa dibuang ke berbagai daerah.

Warisan Sejarah dan Renungan

Kisah Pangeran Tamjidillah II dan Perang Banjar adalah bagian penting dari sejarah Indonesia, khususnya sejarah Kalimantan Selatan. Kisah ini menjadi pengingat akan perjuangan panjang dan berliku bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah.

Pangeran Tamjidillah II, meskipun diangkat oleh Belanda, tetap berusaha menjalankan tugasnya sebagai pemimpin Banjar dengan sebaik mungkin.

Ia tercatat dalam sejarah sebagai sultan yang cinta damai dan peduli terhadap rakyatnya. Namun, ia juga menjadi simbol dari dilema seorang pemimpin yang terjebak dalam pusaran intrik politik dan kekuasaan asing.

Perang Banjar, di sisi lain, menjadi bukti nyata dari semangat juang dan patriotisme rakyat Banjar dalam mempertahankan tanah airnya.

Meskipun kalah dalam persenjataan, mereka tidak pernah menyerah. Semangat perlawanan mereka menjadi inspirasi bagi generasi penerus bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan.

Kisah ini juga memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya persatuan dan kesatuan dalam menghadapi tantangan dan ancaman dari luar. Perpecahan internal hanya akan melemahkan kekuatan bangsa, dan membuka celah bagi pihak asing untuk mencampuri urusan dalam negeri.

Semoga kisah ini dapat menjadi renungan bagi kita semua, agar senantiasa menghargai jasa para pahlawan dan pejuang bangsa, serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Artikel Terkait