Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com - Di tengah riuhnya kehidupan modern yang dipenuhi gemerlap teknologi dan hiruk-pikuk informasi, seringkali kita terlena akan hal-hal yang bersifat konkret dan nyata.
Gedung-gedung pencakar langit, deru mesin-mesin industri, hingar-bingar media sosial, semua seakan menyihir panca indera kita, membuat kita terpaku pada realitas fisik yang tampak.
Namun, tahukah kita bahwa di balik segala yang tampak, tersembunyi sebuah dunia yang tak kalah pentingnya, dunia abstrak yang menjadi fondasi peradaban manusia?
Ia adalah lautan makna yang dalam, tempat bersemayamnya nilai-nilai, norma-norma, kepercayaan, ideologi, dan segala gagasan yang menjadi ruh dari sebuah kebudayaan.
Menyelami Samudra Makna
Untuk memahami hakikat wujud kebudayaan yang abstrak, mari kita menelusuri jejak-jejak sejarah dan pemikiran para cendekiawan yang telah lama menyelami samudra makna ini.
Koentjaraningrat, seorang antropolog terkemuka dari Indonesia, mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Definisi ini dengan jelas menunjukkan bahwa kebudayaan tidak hanya mencakup artefak-artefak fisik, tetapi juga mencakup gagasan dan nilai-nilai yang menjadi landasan tindakan manusia.
J.J. Hoenigman, seorang ahli antropologi lainnya, membagi wujud kebudayaan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
Gagasan (wujud ideal) merupakan wujud kebudayaan yang bersifat abstrak, meliputi nilai-nilai, norma-norma, peraturan, kepercayaan, dan ideologi.
Aktivitas adalah wujud kebudayaan yang tampak dalam tindakan manusia sehari-hari, seperti upacara adat, kegiatan ekonomi, dan interaksi sosial.
Artefak adalah wujud kebudayaan yang berupa benda-benda hasil karya manusia, seperti alat-alat rumah tangga, senjata, dan bangunan.
Menyingkap Tabir Abstraksi
Wujud kebudayaan yang abstrak, meskipun tak terlihat, memiliki peran yang sangat vital dalam kehidupan manusia. Ia menjadi kompas yang memandu arah tindakan, membentuk pola pikir, dan memberi makna pada setiap aktivitas manusia.
Nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, dan gotong royong, norma-norma tentang kesopanan, etika pergaulan, dan tata krama, serta kepercayaan akan Tuhan, roh nenek moyang, atau kekuatan supranatural, semua itu adalah contoh wujud kebudayaan abstrak yang telah mengakar kuat dalam masyarakat.
Tanpa wujud kebudayaan yang abstrak, manusia akan kehilangan arah dan tujuan. Ia akan menjadi makhluk yang hampa, terombang-ambing dalam ketidakpastian, dan tak mampu membangun peradaban yang bermakna.
Nilai-nilai dan norma-norma akan hilang, digantikan oleh egoisme dan keserakahan. Kepercayaan akan luntur, digantikan oleh nihilisme dan keputusasaan.
Merangkai Untaian Mutiara Kebijaksanaan
Sejarah telah membuktikan betapa pentingnya wujud kebudayaan yang abstrak dalam membentuk peradaban manusia.
Peradaban Mesir Kuno yang megah, dengan piramida-piramida yang menjulang tinggi dan sistem kepercayaan yang kompleks, adalah bukti nyata bagaimana gagasan dan nilai-nilai abstrak mampu menggerakkan manusia untuk mencapai prestasi luar biasa.
Demikian pula dengan peradaban Yunani Kuno, yang melahirkan filsafat, ilmu pengetahuan, dan seni yang hingga kini masih menjadi inspirasi bagi dunia.
Di Indonesia, wujud kebudayaan abstrak juga memainkan peran penting dalam membentuk identitas bangsa.
Pancasila, dengan lima sila yang mengandung nilai-nilai luhur, menjadi landasan ideologi negara dan pedoman hidup bagi seluruh rakyat Indonesia.
Gotong royong, musyawarah mufakat, dan toleransi, adalah contoh nilai-nilai luhur yang telah mengakar kuat dalam budaya Indonesia dan menjadi kekuatan pemersatu bangsa.
Menjaga Api Kebudayaan
Di era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan budaya yang deras, menjaga kelestarian wujud kebudayaan abstrak menjadi semakin penting.
Tantangan modernitas, seperti individualisme, konsumerisme, dan hedonisme, dapat menggerus nilai-nilai luhur dan menggoyahkan fondasi kebudayaan.
Oleh karena itu, kita perlu menanamkan nilai-nilai luhur kepada generasi muda, melestarikan tradisi dan adat istiadat, serta mengembangkan kebudayaan nasional yang berakar pada nilai-nilai luhur bangsa.
Wujud kebudayaan yang abstrak adalah lautan makna yang tak bertepi, tempat bersemayamnya nilai-nilai, norma-norma, dan kepercayaan yang menjadi ruh dari sebuah kebudayaan.
Ia adalah kompas yang memandu arah tindakan, membentuk pola pikir, dan memberi makna pada setiap aktivitas manusia.
Melalui pemahaman yang mendalam tentang wujud kebudayaan yang abstrak, kita dapat menghargai kekayaan dan keunikan budaya kita sendiri, serta membangun jembatan dialog antar budaya.
Mari kita jaga dan lestarikan warisan budaya yang tak ternilai ini, agar api kebudayaan tetap menyala dan menerangi jalan bagi generasi mendatang.
Sumber:
Koentjaraningrat. (1985). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Hoenigman, J.J. (1986). The Development of Anthropological Ideas. Homewood, IL: Dorsey Press.
Geertz, Clifford. (1973). The Interpretation of Cultures. New York: Basic Books.
Parsudi Suparlan. (2003). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---