Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com - Fajar menyingsing di ufuk timur, menandai awal babak baru bagi Indonesia. Kemerdekaan yang telah direngkuh dengan darah dan air mata, ternyata belum sepenuhnya utuh.
Irian Barat, tanah mutiara di ujung timur Nusantara, masih terbelenggu dalam cengkeraman kolonial Belanda. Di tengah euforia kemerdekaan, Kabinet Natsir, yang dipimpin oleh Mohammad Natsir, menyadari bahwa perjuangan belumlah usai.
Mereka mengemban amanat sejarah untuk menyempurnakan kemerdekaan Indonesia, membebaskan Irian Barat dari belenggu penjajahan.
Kabinet Natsir, yang berdiri pada 6 September 1950, mewarisi tugas berat dari para pendahulunya. Perundingan demi perundingan telah dilakukan, namun belum membuahkan hasil.
Belanda bersikukuh mempertahankan Irian Barat, tanah yang kaya akan sumber daya alam, dengan dalih bahwa penduduk Papua memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri.
Namun, bagi Indonesia, Irian Barat adalah bagian tak terpisahkan dari Nusantara, sebuah warisan sejarah yang tak boleh dibiarkan lepas.
Mohammad Natsir, sosok negarawan yang dikenal dengan integritas dan keteguhannya, memimpin Kabinet Natsir dengan semangat juang yang membara.
Ia menyadari bahwa perjuangan diplomasi harus diiringi dengan upaya memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Natsir menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk bersatu padu, menggalang kekuatan dalam menghadapi Belanda.
Di panggung internasional, Kabinet Natsir melancarkan diplomasi yang gigih. Mohammad Roem, Menteri Luar Negeri, menjadi ujung tombak perjuangan diplomasi Indonesia.
Ia berkeliling dunia, menggalang dukungan dari negara-negara sahabat. Roem menyampaikan pesan bahwa Irian Barat adalah bagian integral dari Indonesia, dan penjajahan Belanda di Irian Barat adalah bentuk penjajahan yang harus dilawan.
Upaya diplomasi Kabinet Natsir membuahkan hasil.
Dukungan dari negara-negara Asia-Afrika semakin menguat. India, Pakistan, Burma, dan negara-negara lainnya menyatakan dukungannya terhadap Indonesia.
Tekanan internasional terhadap Belanda semakin meningkat, mendesak mereka untuk segera menyelesaikan masalah Irian Barat.
Namun, Belanda tetap bersikukuh. Mereka mengulur-ulur waktu, berharap dukungan internasional terhadap Indonesia melemah. Perundingan demi perundingan menemui jalan buntu.
Belanda bahkan melancarkan propaganda, mengklaim bahwa penduduk Papua tidak ingin bergabung dengan Indonesia.
Di tengah kebuntuan diplomasi, Kabinet Natsir tidak menyerah. Mereka menyadari bahwa perjuangan pembebasan Irian Barat harus dilakukan dengan berbagai cara.
Selain diplomasi, Kabinet Natsir juga mempersiapkan kekuatan militer. Tentara Nasional Indonesia (TNI) dipersiapkan untuk menghadapi segala kemungkinan.
Kabinet Natsir juga menggalang kekuatan rakyat. Berbagai organisasi kemasyarakatan dan pemuda dikerahkan untuk mendukung perjuangan pembebasan Irian Barat.
Aksi demonstrasi dan petisi digelar di berbagai kota, menuntut Belanda segera menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia.
Perjuangan Kabinet Natsir tidak sia-sia. Meskipun belum berhasil membebaskan Irian Barat sepenuhnya, mereka telah meletakkan fondasi yang kokoh bagi perjuangan selanjutnya.
Diplomasi yang gigih, penguatan TNI, dan penggalangan kekuatan rakyat menjadi modal berharga bagi kabinet-kabinet berikutnya dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang utuh.
Irian Barat akhirnya kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi pada tahun 1963. Perjuangan panjang yang dimulai sejak era Kabinet Natsir mencapai puncaknya. Kemerdekaan Indonesia yang telah lama dinantikan akhirnya terwujud sepenuhnya.
Perjuangan Kabinet Natsir dalam pembebasan Irian Barat menjadi bukti nyata bahwa semangat juang dan persatuan bangsa adalah kunci untuk meraih kemerdekaan.
Mereka telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk terus berjuang demi keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---