Emil Zatopek, 'Si Lokomotif' Pengasuh Atlet-atlet Kita Jelang Ganefo

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Emil Zatopek menjadi satu-satunya pelari yang memenangkan nomor lari 5.000 m, 10.000 m, dan maraton di Olimpiade yang sama. Dialah 'Si Lokomotif'.
Emil Zatopek menjadi satu-satunya pelari yang memenangkan nomor lari 5.000 m, 10.000 m, dan maraton di Olimpiade yang sama. Dialah 'Si Lokomotif'.

[ARSIP]

Emil Zatopek menjadi satu-satunya pelari yang memenangkan nomor lari 5.000 m, 10.000 m, dan maraton di Olimpiade yang sama. Dialah 'Si Lokomotif'.

Penulis: Tan Liang Tie untuk Majalah Intisari Agustus 1963

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru dari kami di sini

---

Intisari-Online.com -Emil Zatopek dan teman-temannya sedang bermain di tanah lapang desanya di Cekoslowakia. Mereka semuanya sebaya, sekitar 10 tahunan umurnya. Tiba-tiba seorang anak berteriak: "Ayo kita berlari mengitari blok rumah-rumah itu. Siapakah yang sampai dahulu pada titik permulaan…"

Sekalian anak-anak berlari cepat mengitari blok rumah-rumah sepanjang 800 m. Semua anak sudah sampai di titik permulaan, napas mereka terengah-engah kepayahan. Tapi, Zatopek belum tampak datang.

Oh rupanya dia lari terus, belum puas hanya lari keliling sekali. Itu dia datang … belum juga mau berhenti. Sekali lagi blok rumah sepanjang 800 m dikitari.

Ketika dia berhenti di tempat anak-anak, mereka masih terengah-engah kepayahan. Rupanya ada sesuatu dorongan kuat dalam hati Zatopek untuk menunjukkan prestasi yang melebihi kawan-kawannya.

Peristiwa itu berkesan pada dirinya dan mengungkapkan tabir hari depan yang harus ditujunya. Di kalangan anak-anak satu desa dan satu kelasnya, sebelumnya Zatopek sudah terkenal paling kuat lari.

Hampir setiap hari dia lari ke sungai dengan menempuh jarak 3 km untuk mandi-mandi sesuka hati. Sering lupa bahwa dia harus berada di rumah sebelum ayahnya pulang kerja. Pada saat-saat demikian, dia terkejut, lalu lari sekuat tenaga untuk tiba dirumah pada waktunya. Dia tak berani bermain-main terhadap ayahnya. Karena itu disiplin keluarga yang mengharuskannya di rumah pada waktu ayahnya pulang, dipegangnya teguh.

Pernah sekali ayahnya marah, ketika dia mendapatkan Zatopek duduk di meja makan dengan muka kemerah-merahan dan napas tersengal- sengal seperti kuda. "Apa gunanya lari-lari demikian?" Oleh gurunya dia sering disuruh pergi membeli sesuatu ke toko. Setiap kali pak guru dan anak-anak lain terheran-heran, begitu cepat Zatopek sudah tiba kembali di kelas.

Menjelang tahun-tahun perang dunia kedua, Zatopek bekerja di pabrik sepatu Bata di kota Zlin sambil belajar. Ketika di kota itu dilangsungkan perlombaan lari, Zatopek dipaksa oleh teman-temannya untuk turut serta. Mula-mula dia menolak. Pikirnya, hanya mencari capai, percuma. Tetapi akhirnya toh diturutinya juga kehendak teman-teman sepabrik.

Seluruh Pabrik Bata bahkan seluruh kota Zlin gempar, ketika buruh pabrik sepatu itu berhasil meninggalkan lawan-lawannya jauh di belakang, kecuali Krupicka sahabat karibnya yang sudah melakukan banyak latihan. Mungkin hadiah pulpen yang diterima sebagai mahkota kemenangannya tidak begitu banyak berarti.

Akan tetapi kemenangan itu sendiri telah membuka pintu bagi Etnik Zatopek untuk menggantungkan hari depannya sebagai pelari.

Sekali pilihan jatuh, dilakukannya latihan-latihan yang luar biasa beratnya. Ambisi Emile besar, lebih besar lagi ketekunan dan ketabahannya berlatih. Dia berlatih tanpa coach. Teknik dan cara latihan dicarinya sendiri, bukan menurut konsepsi orang lain.

Tak jarang orang mencemoohkannya cara latihannya, tetapi dia tak peduli. Nasihat baik didengarnya, tetapi dalam mengembangkan teknik dan gaya berlari, dia tak mau dipengaruhi oleh kecaman-kecaman orang lain. Dia berusaha menemukan kepribadiannya sendiri. Atlet-atlet besar di negaranya terheran-heran melihat cara latihan Emile.

Semua waktu istirahat dan liburan dipergunakan untuk berlatih. Dia lari di gelanggang, di pegunungan, di hutan. Dia lari di musim atletik, musim panas bahkan di waktu gelombang dingin berkecamuk. Seakan-akan hendak diukur, berapa jauh ketahanan dan kemampuan tubuhnya. Zatopek berlatih dengan menggunakan sepatu lari (spikes), sepatu karet, bahkan dengan sepatu tentara yang kuat. Waktu itu Zatopek sudah memasuki dinas tentara Cekoslowakia.

Cita-cita Emile menjadi juara lari jarak jauh! Namun demikian, pada permulaan kariernya dia selalu ikut serta pada pertandingan-pertandingan lari jarak sedang seperti 1.500 m, 2.000 m dan 3.000 m. Tidak jarang dia menderita kekalahan, sehingga orang-orang yang mengetahui daya kemampuannya dalam berlari jarak-jauh menganjurkan agar ia hanya ikut berlomba untuk jarak 5 km ke atas.

Zatopek berterima kasih atas saran mereka, akan tetapi dia lebih tahu apa yang menjadi tujuan latihan-latihannya. Menurut keyakinannya, untuk dapat sungguh-sungguh berhasil dalam perlombaan jarak jauh, dia harus mempunyai daya ketepatan yang cukup.

Untuk menjadi pelari 1.500 m, lebih dulu orang harus mampu mencapai 800 m dalam waktu kurang dari 2 menit. Jika berhasrat menjadi pelari 5.000 m harus mampu mencapai jarak 1.500 m dalam waktu sekitar 4 menit.

Pada Olimpiade 1948 di Kota London, olimpiade pertama setelah perang dunia II, Zatopek menggemparkan dunia dengan kejuaraannya dalam lari 10.000 m. Dunia gempar, karena kemenangan itu direbut dengan meninggalkan jauh lawan-lawannya serta membuat pelari-pelari ulung Heino dan Heinstrom dari Finlandia kehabisan tenaga sama sekali.

Ketika turut memperebutkan lari 5.000 m, dia agak sial. Pada jarak 3.600 m, tenaganya berkurang disebabkan oleh cuaca buruk dan gelanggang yang penuh lumpur dan air. Lambat laun dia berhasil memperbaiki diri, namun tetap tak berhasil mengejar ketinggalannya dari jago Belgia, Gaston Reiff, yang memenangkan kejuaraan pertama.

Puncak kejayaannya berlangsung pada Olimpiade 1952 di kota Helsinki. Dalam waktu 8 hari, Zatopek memenangkan 3 medali emas untuk lari 10.000 m, 5.000 m dan lari marathon. Ketiganya dengan menciptakan rekor Olimpiade baru. Hingga saat ini, rekor-rekor dunia untuk jarak 20 km, 25 km dan lari selama 1 jam nonstop masih tetap berada di tangannya.

Sekalipun namanya dikagumi oleh seluruh dunia, Zatopek tetap sederhana dan berjiwa besar sesuai dengan kekesatriaan dalam olahraga. Dia tidak takut kalah. Karena itu dia turut dalam Olimpiade 1956, meskipun sadar bahwa masa jayanya sudah lampau dan kemungkinan kalah besar sekali. Pada lari marathon tahun 1956 itu dia hanya mencapai nomor 6, itu pun dengan letih kehabisan tenaga.

Kebesaran jiwanya tercermin dalam perlombaan Olimpiade 1952, khususnya dalam lari 5.000 yang dimenangkannya tanpa tanding. Perlombaan itu terkenal sebagai "Race of the Century". Yang mempertarungkannya bukanlah dua atau tiga pelari, melainkan lima orang pelari yang beradu kekuatan sejak dari permulaan sampai akhir.

Kelimanya pelari-pelari ulung: Zatopek dari Cekoslowakia, Herbert Schade dari Jerman, Minoun O’Kacha dari Perancis, Chataway dari Inggris dan Gordon Pirie juga dari Inggris.

Berdasarkan prestasi-prestasinya menjelang Olimpiade, Herbert Schade merupakan favorit terbesar untuk memenangkan perlombaan itu. Sebelum perlombaan dimulai Zatopek dengan jujur memberi nasihat kepada Schade antara lain supaya jangan tergesa-gesa selalu berada di depan kelompok pelari-pelari lainnya.

Dalam perlombaan rupa-rupanya Schade lupa akan nasihat itu. Sampai jarak 2.000 m dia tetap masih memimpin lawannya, berlari paling depan dalam tempo yang meletihkan dirinya sendiri, sebaliknya menguntungkan lawannya.

Zatopek berusaha memperingatkannya sekali lagi. Dia lari kencang menyusul Schade dengan maksud agar lawannya itu mau kembali berlari dalam irama yang sewajarnya. Rupanya Schade malah salah mengerti. Dia menambah kecepatan untuk menyusul Zatopek.

Akhirnya Emile berbisik: "Herbert, larilah mengikuti aku selama dua putaran!"

Barulah ia sadar akan maksud jujur lawannya, akan tetapi sudah terlambat. Dia hanya berhasil menduduki tempat ketiga, karena pada babak-babak terakhir dilewati oleh Mimoun.

Dunia olahraga Indonesia beruntung mendapatkan Emile Zatopek sebagai pelatih. Pengalamannya dalam teknik, gaya dan siasat perlombaan dapat diteruskan kepada olahragawan-olahragawan kita. Tetapi lebih dari itu, kita berharap agar olahragawan-olahragawan kita mewarisi ketabahannya dalam berlatih tanpa mengindahkan seribu satu kesulitan, berjiwa besar dan sederhana sekalipun namanya harum dalam kemasyhuran dunia!

Artikel Terkait