Israel Pernah Akui Kedaulatan Indonesia Namun Tak Digubris

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Penulis

Israel pernah meminta pengakuan kedaulatan ke Indonesia namun tak digubris Presiden Soekarno.
Israel pernah meminta pengakuan kedaulatan ke Indonesia namun tak digubris Presiden Soekarno.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan artikel terbaru kami di sini

___

Intisari-online.com - Di tengah hiruk pikuk perpolitikan global, terkuburlah sebuah kisah diplomasi yang tak banyak diketahui. Yaitu pengakuan Israel atas kedaulatan Indonesia pada tahun 1949.

Pengakuan ini, meskipun terkesan sepele, memiliki makna sejarah yang mendalam, terutama dalam konteks hubungan kedua negara yang kompleks dan penuh gejolak.

Pada tahun 1948, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya dari penjajahan Belanda. Perjuangan kemerdekaan Indonesia mendapat simpati dari berbagai negara, termasuk Israel yang baru saja berdiri dua tahun sebelumnya.

Israel, yang juga lahir dari perjuangan melawan penjajahan, melihat persamaan nasib dengan Indonesia.

Pada bulan Desember 1949, Moshe Sharett, Menteri Luar Negeri Israel, mengirim surat kepada Mohammad Hatta, Wakil Presiden Indonesia, yang berisi pengakuan resmi atas kedaulatan Indonesia.

Pengakuan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat Israel saat itu masih berjuang melawan pengakuan internasional dan dikelilingi oleh negara-negara Arab yang bermusuhan.

Namun, pengakuan Israel ini tidak mendapat respons yang diharapkan dari Indonesia. Pemerintah Indonesia, yang saat itu fokus pada konsolidasi internal dan perjuangan melawan Belanda di Irian Barat, tidak menindaklanjuti pengakuan tersebut. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, antara lain.

Pertama dukunganIndonesia untuk Palestina, Indonesia sejak awal telah menunjukkan dukungannya terhadap perjuangan rakyat Palestina untuk mendirikan negara mereka sendiri.

Dukungan ini didasarkan pada prinsip anti-kolonialisme dan solidaritas dengan sesama bangsa tertindas.

Kemudian tekanan Liga Arab,yang merupakan organisasi negara-negara Arab, pada saat itu sedang memboikot Israel karena pendudukan wilayah Palestina.

Indonesia, sebagai negara mayoritas Muslim, tidak ingin terisolasi dari negara-negara Arab dan membahayakan hubungannya dengan mereka.

Ketiga adalah ketidakpercayaan terhadap Israel, pada saat itu, masih banyak keraguan di Indonesia tentang niat baik Israel. Pengakuan Israel dikhawatirkan sebagai upaya untuk mendapatkan dukungan Indonesia dalam konfliknya dengan negara-negara Arab.

Akibatnya, pengakuan Israel atas kedaulatan Indonesia terkubur dalam sejarah. Hubungan kedua negara tetap dingin selama bertahun-tahun, dan baru pada tahun 1999 Indonesia membuka hubungan diplomatik informal dengan Israel.

Kisah pengakuan Israel atas kedaulatan Indonesia ini memberikan pelajaran berharga tentang kompleksitas hubungan internasional. Politik, ideologi, dan kepentingan nasional sering kali menjadi faktor penentu dalam menjalin hubungan antar negara.

Meskipun memiliki sejarah yang kelam, kisah ini juga menunjukkan bahwa diplomasi dan dialog dapat membuka jalan untuk normalisasi hubungan dan kerjasama di masa depan.

Baca Juga: Ternyata Beginilah Awal Mula Sikap Anti-Israel Indonesia

Presiden Soekarno Gaungkan Boikot Israel

Di tengah gejolak politik pasca-kemerdekaan, Presiden Soekarno, sang Proklamator, tak hanya fokus pada konsolidasi internal bangsa, tetapi juga menyuarakan perjuangan bangsa-bangsa tertindas di dunia.

Salah satu yang paling lantang disuarakannya adalah dukungan terhadap rakyat Palestina dalam melawan penjajahan Israel.

Sejak awal berdirinya, Israel telah menunjukkan ambisi ekspansionisnya dengan menduduki wilayah Palestina dan mengusir penduduk asli. Hal ini memicu kecaman dari berbagai negara, termasuk Indonesia.

Bagi Soekarno, perjuangan rakyat Palestina adalah cerminan dari perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan Belanda.

Pada tahun 1955, Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung menjadi momen penting bagi Soekarno untuk menggaungkan boikot terhadap Israel. Di hadapan para pemimpin negara Asia dan Afrika, Soekarno menyerukan agar negara-negara tersebut memutuskan hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Israel.

Seruan Soekarno ini bukan tanpa alasan. Indonesia memiliki hubungan sejarah dan budaya yang erat dengan dunia Arab dan Islam. Selain itu, Indonesia juga memiliki komitmen kuat untuk mendukung kemerdekaan bangsa-bangsa yang masih dijajah.

Boikot Israel yang digagas Soekarno bukan hanya bersifat simbolis, tetapi juga memiliki dampak nyata. Berkat seruannya, banyak negara Asia dan Afrika yang memutuskan hubungan dengan Israel. Hal ini memberikan tekanan diplomatik dan ekonomi yang signifikan terhadap Israel.

Semangat Soekarno dalam memboikot Israel tidak hanya berhenti di KAA. Di berbagai forum internasional, Soekarno terus menyuarakan dukungannya terhadap rakyat Palestina dan mengutuk agresi Israel.

Salah satu momen penting adalah pidatonya di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1960. Dalam pidatonya yang berapi-api, Soekarno menyebut Israel sebagai "penjahat internasional" dan menyerukan agar PBB mengambil tindakan tegas terhadap negara tersebut.

Upaya Soekarno dalam memboikot Israel tidak hanya menunjukkan komitmennya terhadap kemerdekaan dan keadilan, tetapi juga menjadi bukti kepemimpinan Indonesia di dunia internasional.

Di bawah kepemimpinannya, Indonesia menjadi salah satu negara terdepan dalam memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina dan menentang penjajahan Israel.

Meskipun Soekarno telah tiada, semangatnya dalam memboikot Israel dan mendukung rakyat Palestina masih relevan hingga saat ini. Konflik Israel-Palestina masih belum terselesaikan, dan rakyat Palestina masih terus berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan mereka.

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan artikel terbaru kami di sini

___

Artikel Terkait