Intisari-Online.com - Beragam upaya dilakukan Belanda untuk menggembosi kharisma Sukarno.
Anehnya, semakin keras mereka berusaha, semakin bersinar pesona Sang Putra Fajar.
Sejarawan Onghokham punya perumpamaan tersendiri untuk menyebut upaya-upaya Belanda mereduksi kekuatan Bung Karno: "Men-Diponegoro-kan" Sukarno.
Tapi sayang, tulis Pak Ong dalam esainya "Sukarno: Mitos dan Realitas" yang dimuat dalam buku Manusia dalam Kemelut Sejarah terbitan LP3ES, Belanda tak mampu melaksanakanannya.
"Sukarno adalah pribadi yang kompleks," tulis Pak Ong dalam pembukaan tulisannya.
"Dia dilahirkan di bawah bintang Gemini yang menurut pendapatnya sendiri memberi corak yang beraneka-warna pada pribadinya.
Bermacam sebutan dilekatkan kepada pria kelahiran Kampung Peneleh, Surabaya, itu.
Di masa keemasannya, “Sukarno digelar Pemimpin Besar Revolusi, Penyambung Lidah Rakyat, Amirul Amri, Panglima Tertinggi, dan lain sebagainya,” tulis Pak Ong.
Tapi sayang, gelar-gelar itu tiba-tiba menghilang dan dipreteli satu per satu di masa akhir-akhir kehidupannya.
Dan yang lebih menyakitkan lagi, Bung Karno jadi pesakitan dan tahanan negaranya sendiri, yang proklamasi kemerdekaannya dia bacakan bersama Bung Hatta.
—
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR