Intisari-Online.com -Ada dua fase perjuangan bangsa Indonesia untuk mendapatkan kemerdekaan.
Fase perjuangan fisik dan fase perjuangan nonfisik.
Dan puncak perjuangan bangsa Indonesia ditandai dengan terjadinya peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Dan kita tahu, peristiwa itu sempat diawali dengan peristiwa penculikan yang kita kenal sebagai Peristiwa Rengasdengklok.
Tak hanya Peristiwa Rengasdengklok, ada peristiwa-peristiwa penting lainnya menjelang proklamasi.
Dibentuknya BPUPKI dan PPKI
BPUPK atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau Dokuritsu Junbi Cosakai resmi dibentuk oleh Jepang pada 29 April 1945, bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito.
Sebelum membentuk BPUPKI, Jepang tengah dalam kondisi terdesak karena kalah di Perang Asia Pasifik pada akhir 1944.
Di sisi lain, rakyat Indonesia pun kian gencar melakukan pemberontakan di berbagai daerah untuk menuntut kemerdekaan.
Untuk keluar dari kondisi terdesak itu, Jepang akhirnya memutuskan memenuhi janji memberikan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia.
Langkah awal yang diambil Jepang untuk memenuhi janji tersebut adalah dengan membentuk BPUPKI.
Meski, Jepang sebenarnya memiliki motif lain dalam pembentukan BPUPKI, yaitu menarik simpati rakyat Indonesia dan mempertahankan sisa-sisa kekuatan mereka.
Namun rencana Jepang tidak berjalan dengan baik. BPUPKI justru serius dan berhasil mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Setelah menyelesaikan tugasnya dengan baik, BPUPKI dibubarkan pada 7 Agustus 1945, kemudian Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
PPKI bertugas meneruskan persiapan kemerdekaan Indonesia dan memulai sidang pada 18 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi.
Pengeboman Hiroshima dan Nagasaki
Peristiwa penting kedua yang terjadi sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah jatuhnya dua kota penting Jepang, Hiroshima dan Nagasaki.
Hiroshima dibom pada 6 Agustus 1945.
Tiga hari kemudian, pada 9 Agustus 1945, Sekutu menjatuhkan bom di Nagasaki.
Dua kota penting itu hancur oleh serangan Sekutu sehingga membuat Jepang semakin tak berdaya.
Kekalahan Jepang dari Sekutu pun sudah berada di depan mata.
Kondisi itu tentu saja menguntungkan bagi Indonesia yang merupakan jajahan Jepang.
Sebab, kekalahan Jepang memberi peluang bagi Indonesia untuk segera merdeka.
Jepang menyerah tanpa syarat Setelah Hiroshima dan Nagasaki dibom, Jepang pun menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.
Jepang resmi memutuskan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945.
Pernyataan resmi Jepang menyerah kepada Sekutu disampaikan langsung oleh Kaisar Hirohito melalui siaran radio nasional pada 15 Agustus 1945.
Dengan menyerahnya Jepang, Perang Dunia II pun resmi berakhir.
Sementara itu, status Indonesia yang merupakan negara jajahan Jepang, menjadi vacuum of power atau terjadinya kekosongan kekuasaan.
Jepang sebenarnya berusaha mencegah agar berita mereka menyerah kepada Sekutu tidak sampai ke Indonesia.
Namun, salah satu tokoh Indonesia, yakni Sutan Sjahrir, telah mendengar kabar Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.
Sjahrir pun segera menyampaikan kabar tersebut kepada golongan muda yang kemudian bergegas mendesak dua tokoh penting bangsa Indonesia, Soekarno dan Mohammad Hatta, untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.
Peristiwa Rengasdengklok
Setelah mendengar kabar Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, golongan muda mendesak proklamasi kemerdekaan Indonesia segera diumumkan.
Namun, golongan tua berpendapat bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia sebaiknya dilakukan secara terstruktur dan mendapatkan pengakuan dari negara lain.
Perbedaan pandangan itu kemudian membuat golongan muda berinisiatif "menculik" Soekarno dan Moh Hatta ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945.
Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok demi menjauhkan dua tokoh penting bangsa Indonesia itu dari pengaruh Jepang.
Penculikan Soekarno dan Hatta oleh golongan muda ini disebut sebagai Peristiwa Rengasdengklok.
Setelah satu hari berada di Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta akhirnya setuju untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia selambat-lambatnya pada 17 Agustus 1945.
Penyusunan naskah proklamasi Dari Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta dijemput oleh Achmad Soebardjo kemudian dibawa kembali ke Jakarta.
Setibanya di Jakarta, pada dini hari tanggal 17 Agustus 1945, mereka singgah di kediaman Laksamana Tadashi Maeda, untuk merumuskan teks proklamasi.
Penyusunan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia terjadi di ruang makan rumah Laksamana Maeda.
Di sana, Soekarno, Hatta, dan Achmad Soebardjo merumuskan teks proklamasi dengan disaksikan Sukarni, B.M. Diah Sudiro, dan Sayuti Melik.
Perumusan teks proklamasi di rumah Maeda juga disaksikan satu tokoh Jepang, yakni Miyoshi yang merupakan orang kepercayaan Somobuco (kepala pemerintahan umum), Mayor Jenderal Nishimura.
Sementara itu, tokoh-tokoh lain, baik dari golongan tua maupun muda, menunggu di serambi muka rumah Laksamana Maeda.
Rumusah teks proklamasi ditulis tangan oleh Soekarno.
Adapun penyusunan konsep teks proklamasi selesai saat menjelang subuh.
Setelah itu, Sayuti Melik menyalin teks dan mengetik naskah proklamasi di mesin ketik milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler yang diambil dari kantor perwakilan Angkatan Laut Jerman.
Teks proklamasi kemerdekaan Indonesia kemudian dibacakan di kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur, Nomor 56, pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 pagi.
Begitulah puncakperjuangan bangsa Indonesia ditandai dengan terjadinya peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com di Google News