Intisari-Online.com – Ini adalah kisah nyata keajaiban Natal, terjadi pada bulan Desember 1997 di Wisconsin, USA. Seorang gadis kecil bernama Sarah menderita leukemia dan rasanya tidak mungkin hidupnya lama untuk melihat Natal. Kakak dan neneknya pergi ke sebuah pusat pertokoan untuk meminta Mark Lenonard, yang berperan sebagai Santa Claus, untuk mengunjungi rumah sakit tempat Sarah dirawat untuk memberikan penghiburan baginya.
Ketika itu seorang anak duduk di atas pangkuan Santa Claus dengan memegang sebuah foto. Ketika ditanya oleh Santa, ia mengatakan bahwa foto itu adalah adiknya yang sedang sakit. Ia ingin agar Santa bersedia mengunjungi adiknya demi memberikan penghiburan bagi adiknya.
Ketika anak itu sudah selesai, sang nenek yang bersamanya menjelaskan kepada Santa bahwa adik anak laki-laki itu sedang menderita leukemia dan harapan hidupnya tidak lama lagi. Mark, yang memerankan Santa, sempat berkaca dan menelan ludah, ia meminta sang nenek untuk meninggalkan informasi tempat Sarah dirawat. Santa berpikir dengan hatinya, apa yang harus dilakukannya.
Akhirnya Santa meminta manajernya, Rick, untuk membawanya ke rumah sakit anak tempat Sarah dirawat. Ia menjelaskan kepada manajernya percakapan dengan nenek Sarah sebelumnya. Rick dengan senang hati mengantarkan Santa ke rumah sakit anak.
Setiba di kamar tempat Sarah dirawat, Santa mengintip diam-diam ke ruangannya, terlihat Sarah berbaring pucat di tempat tidur. Dan ruangan itu penuh dengan keluarganya, yang nampak bersedih. Santa bisa merasakan kehangatan dan kedekatan keluarga itu, serta cinta dan kepedulian mereka terhadap Sarah.
Mengambil napas dalam-dalam, dan memaksa senyum di wajahnya, Santa memasuki ruangan, berteriak hangat, “Ho…ho…ho!”
“Santa!” jerit lemah Sarah, ia mencoba lari dari tempat tidurnya untuk mendapati Santa. Santa lantas bergegas ke sisi tempat tidur Sarah dan memberinya pelukan hangat.
Terlihat kulit pucat Sarah dan rambut pendek yang baru saja numbuh akibat efek kemoterapi. Tapi ketika Santa menatap mata Sarah, terlihat sepasang besar mata biru. Hatinya meleleh, Santa harus memaksa dirinya untuk menahan arir mata. Meskipun matanya terpaku pada wajah Sarah, ia bisa mendengar napas dan isak tangis wanita di dalam ruangan itu.
Saat Santa dan Sarah mulai berbincang-bincang, keluarga yang lain diam-diam ke samping tempat tidur satu persatu, lalu meremas bahu Santa, dan berbisik “Terima kasih” .
Santa dan Sarah kembali terlibat dalam percakapan yang menyenangkan. Karena hari mulai malam, Santa merasa semangatnya melonjak untuk memimpin doa bagi Sarah, dan meminta izin dari ibu gadis itu. Ibu Sarah mengangguk setuju dan seluruh keluarga mengelilingi tempat tidur Sarah, berpegangan tangan.
Santa tampak intens memandang Sarah dan bertanya apakah ia percaya pada malaikat, “Ya, Santa, saya percaya!” kata Sarah.
“Yah, saya akan meminta malaikat mengawasimu,” kata Santa.
Dengan meletakkan satu tangan di kepala anak itu, Santa memejamkan mata dan berdoa. Ia meminta agar Tuhan menyentuh sedikit Sarah, dan menyembuhkan tubuhnya dari penyakit ini. Ketika selesai berdoa, masih dengan mata tertutup, ia mulai bernyanyi, lembut, “Silent Night, Holy Night….. “
Semua yang ada di ruangan itu ikut menyanyi, tersenyum pada Sarah, dan menangis karena harapan. Ketika lagu berakhir, Santa duduk di sisi tempat tidur, lalu memegang tangan Sarah yang lemah.
“Sekarang,” katanya, “Kau memiliki pekerjaan yang harus dilakukan, yaitu berkonsentrasi pada yang terbaik untuk tubuhmu. Aku ingin kau bersenang-senang, bermain dengan temanmu di musim panas, dan aku berharap bisa bertemu denganmu di pusat pertokoan tahun depan!”
Mark tahu itu berisiko, karena ia tahu bahwa gadis kecil ini menderita kanker terminal, tapi ia harus mengatakan itu. Ia harus memberinya hadiah terbesar yang ia bisa, bukan boneka atau permainan, tetapi karunia Harapan.
“Ya, Santa!” seru Sarah, matanya cerah. Santa lalu membungkuk dan mencium dahi, dan meninggalkan ruangan.
Ibu dan nenek Sarah menyelinap keluar dari ruangan dengan cepat dan bergegas ke samping Santa untuk berterima kasih padanya.
Satu tahun kemudian, Mark, yang kembali berperan menjadi Santa Claus, di pusat pertokoan, melakukan pekerjaan musimannya yang sangat ia sukai. Beberapa minggu berlalu dan kemudian suatu hari seorang anak duduk di pangkuannya.
“Hai, Santa! Ingat saya?”
“Tentu saja, ingat.” Santa, seperti yang dilakukan sebelumnya, tersenyum kepada anak-anak. Dan membuat seolah-olah mereka selalu diingat oleh Santa.
“Santa, kau menemui saya di rumah sakit setahun yang lalu!”
Rahang Santa turun. Air mata hampir saja melompat dari matanya, dan ia meraih keajaiban kecil ini lalu memeluknya di dada.
“Sarah!” seru Santa. Ia hampir tak mengenalinya, rambutnya panjang, pipinya halus dan kemerahan, jauh berbeda dengan gadis kecil yang telah dikunjunginya setahun lalu. Ia menoleh dan melihat Ibu dan Nenek Sarah di sela-sela tersenyum, melambaikan tangan, dan menyeka mata mereka.
Itu adalah Natal terindah yang pernah dilakukan oleh Santa Claus.
Ia sendiri menyaksikan, bagaimana sebuah keajaiban Natal menjadi kenyataan. Anak kecil itu disembuhkan. Bebas kanker. Hidup dan sehat. Diam-diam ia mendongak ke atas dan dengan rendah hati berbisik, “Terima kasih, Tuhan! Merry Christmas!”