Intisari-Online.com – Seorang guru menyiapkan materi di kelasnya sebelum murid-muridnya tiba. Ia membawa sebuah papan kayu besar dan ditempatkan pada dinding. Ia menutupi papan itu dengan kertas gambar putih. Lalu ia menempatkan beberapa anak panah tajam dan pena berwarna ada di atas meja.
Ketika murid-murid memasuki ruangan, mereka ingin tahu apa yang disiapkan oleh guru mereka. Ketika anak-anak sudah siap, guru berkata, “Hari ini, kalian memiliki kesempatan untuk mengungkapkan perasaan kalian kepada musuh-musuh kalian. Gambarlah musuk terburuk kalian di layar lebar ini.”
Anak-anak dengan cepat bereaksi. Mereka meraih pena dan menggambarkan musuh mereka yang terburuk. Mereka menggambarkan yang tidak mereka sukai, atau yang membuat mereka marah. Ketika gambar itu selesai, guru meminta anak-anak untuk mengungkapkan perasaan mereka kepada musuh mereka. Mereka mengambil anak panah di meja dan melemparkannya pada ‘musuh’ mereka dengan sekuat tenaga. Anak-anak itu bersemangat. Mereka melemparkan anak panah dengan kekuatan maksimal, berteriak dengan kata-kata kotor untuk mengungkapkan kemarahan mereka. Ketika mereka tenang dan tampaknya puas dengan kegiatan itu, guru meminta mereka menempatkan kembali anak panah di atas meja dan kembali duduk.
Ia kemudian perlahan-lahan membuka gambar kertas putih dari papan itu. Semua orang terkejut ketika melihat sebuah lukisan orang yang mereka sayangi di bawah kertas putih tadi. Panah yang dilemparkan oleh para murid itu telah merusak wajah dan tubuh orang yang mereka sayangi.
Anak-anak itu kemudian menangis dan berteriak keras, “Saya minta maaf, saya minta maaf, maafkan saya!”