Intisari-Online.com – Alkisah, seorang pengusaha memiliki mimpi yang dramatis. Ia tinggal di rumah bersama istri dan putrinya yang berumur 10 tahun. Dalam mimpinya, ia mendengar ketukan di pintu dan ia membukanya.
Tiga orang tua, dengan jenggot panjang, dan abu-abu berada di depan pintu. Mereka tampaknya bangsawan yang lelah setelah perjalanan panjang. Ia menyambut mereka ke rumahnya dan meminta untuk beristirahat dan minum. Tetapi mereka menjawab bahwa hanya satu dari mereka yang bisa diajak masuk ke rumahnya dan mereka meminta tuan rumah untuk memilih salah satu.
“Siapa nama kalian?” tanya pria pengusaha itu. Para tamu itu memberi tahu nama mereka: Cinta, Kekayaan, dan Kemenangan.
Pria itu bingung memutuskan. Maka ia berkonsultasi dengan istri dan putrinya sebelum mengundang salah satu dari mereka untuk masuk ke rumahnya. Istrinya mendukung ‘Kemenangan’, karena ia ingin menang di setiap aspek kehidupan. Pria itu secara pribadi lebih suka ‘Kekayaan’ karena ia ingin menimbun kekayaan, sementara yang lain hanyalah bunga hidup. Putrinya berpendapat untuk menyambut ‘Cinta’, karena ia merasa bahwa cinta adalah aspek yang paling penting pada kehidupan.
Setelah lama berdebat, mereka pun memutuskan untuk memberikan preferensi kepada pendapat putri mereka. Jadi, mereka mengundang ‘Cinta’ ke rumah mereka. Segera saja semua tamu memasuki rumah mereka, bersama-sama, dan terburu-buru.
Pria itu bertanya kepada mereka, mengapa mereka berubah pikiran dan memutuskan untuk menemani tamu yang diundang masuk. Lalu mereka menjawab, “Jika Anda mengundang baik kekayaan atau kemenangan, maka hanya satu yang dpilih dan masuk ke rumah Anda. Tetapi karena Anda memilih Cinta, maka kami bertiga akan dengan senang hati masuk dan memberkati rumah Anda. Di mana ada cinta sejati, kemenangan, dan kekayaan akan masuk.”
Pria itu belajar pelajaran terbesar tentang penitngnya cinta dari malaikat cinta, kekayaan, dan kemenangan yang mengunjunginya dalam mimpi.
Kita mungkin memberi tanpa cinta, tetapi kita tidak bisa mencintai tanpa memberi. Cinta adalah memberikan semua yang kita bisa. Cinta itu seperti senyum, tidak memiliki nilai kecuali diberikan.
Karl Menninger mengatakan, “Cinta adalah obat, baik untuk orang-orang yang memberikan, dan menerimanya.”
Sementara Ibu Teresa mengatakan, “Bukan berapa banyak yang Anda lakukan, tapi berapa banyak cinta yang Anda masukkan ke dalam apa yang Anda lakukan yang penting.”