Intisari-Online.com – Seorang konglomerat Indonesia, tiap kali menginap di hotel tak pernah lupa membagi-bagikan tip kepada karyawan hotel. Bila di luar negeri, jumlahnya bisa AS$ 50 – 100.
Sekejap, reputasinya sebagai a great tipper lekas tersiar. Setiap kali ia keluar – masuk hotel, selalu saja ada pelayan hotel yang sedang bekerja, entah menggosok yang sudah licin atau menyapu yang sudah bersih.
Suatu hari, seorang ajudannya mengutarakan dengan hati-hati, “Pak, orang yang barusan Bapak beri tips, tampaknya sudah Bapak beri kemarin. Ia sengaja menghadang Bapak di sini.”
Tapi si bos hanya tertawa sambil menyahut, “Biar saja. Itu keberuntungan dia.”
Tahulah sang ajudan, bahwa dengan membagi tips, bosnya bukan sedang memberikan imbalan, melainkan sedang menikmati kegiatan bagi-bagi duit itu.
Di negara kita, kini ada banyak gerakan sosial yang sedang terjadi. Semuanya berangkat dari niat memberi. Tindakan mereka sangat berlawanan dengan tindakan para koruptor yang tak pernah puas mengambil. Saking luasnya korupsi di Indonesia, saya sempat bertanya-tanya, “Siapa yang normal dan siapa yang abnormal?”
Ilmuwan di UC Santa Barbara, seperti dikutip oleh Maria Konnikova di blog Scientific American, pernah meneliti efek apa yang terjadi pada otak antara tindakan yang memberikan keuntungan pribadi dan tindakan memberi tanpa pamrih. Ternyata tindakan memberi tanpa pamrih memberikan efek positif lebih luas pada otak manusia. Memberi adalah fitur dasar manusia. Kita boleh bernapas lega, para koruptorlah yang abnormal! Terbukti para bijak sudah sejak dulu mendoron gorang untuk memberi. (LW – Intisari Mei 2013)