Intisari-Online.com - "Cabainya berapa, Mas?," tanya Sutiarno, penjual sate, dengan bahasa Jawa halus, kepada seorang pemuda yang baru saja masuk ke kedainya.
"Lima saja," jawab si pemuda.
"Lima itu terlalu sedikit. Tidak nambah?" ledek pria yang akrab disapa Pak Nano ini.
Pertanyaan itulah yang selalu diajukan pertama kali oleh Pak Nano saat pembeli memesan satenya. Sate kambing yang satu ini bukan sembarang sate. Ini sate superhot! Cabai rawit merupakan komponen wajib. Tapi justru di siniiah letak kekhasan Sate Kambing dan Tongseng Pak Nano yang membuat pembeli ketagihan. So, jika Anda mengaku doyan pedas, jangan pernah sesumbar kalau belum mencoba sate Pak Nano.
Warung ini punya dua menu andalan, sate dan tongseng. Keduanya dikenal dengan ciri khasnya yang superpedas karena menggunakan banyak cabai rawit. Cikal bakal warung ini dimulai pada tahun 1971 oleh kakek Pak Nano.
"Saya hanya meneruskan. Jadi, semua resepnya juga turun-temurun," kata Pak Nano.
Sebelum dibakar, daging dibumbui dengan merica, daun jeruk, dan cuka. Sate dibakar dengan cara tradisional, menggunakan anglo. Pak Nano sendiri yang mengipasi. Kipasnya dari anyaman bilah bambu, bukan kipas mesin.
"Kalau pakai kipas angin, rasanya beda," ujar Pak Nano. Sehabis dibakar, sate diberi bumbu yang isinya cabe, daun jeruk, cuka, kecap, dan lada hitam.
Yang maniak pedas bisa minta tambah cabai rawit. Jumlah cabai tergantung pembeli. Tak sedikit pembeli yang minta cabai jumlahnya belasan bahkan hingga puluhan. Jadi, mirip cabai diberi daging, bukan daging diberi cabai. Barangkali, inilah sate paling pedas di dunia.
Yang tidak begitu kuat pedas bisa makan sate dengan sambal kecap yang diberi irisan satu-dua rawit. Bumbunya memang bukan sambal kacang tapi sambal kecap yang diberi irisan bawang merah, kol, timun, tomat, dan tentunya irisan cabai rawit.
Selain sate cabai, menu andalan lain adalah tongseng. Ferry, salah satu pelanggan asal Semarang, mengaku sering makan di warung Sate Kambing dan Tongseng Pak Nano. Tapi ia mengaku lebih suka tongsengnya. "Tongsengnya enak, tapi saya tidak berani pakai lombok banyak," ujarnya.
Kuah tongsengnya kental, segar, dan mangstabl Bahan dasar untuk membuat kuahnya terdiri atas merica, pala, kapulaga, cengkih, kayumanis, mesoyi, dan krangean. Bahan-bahan ini dihaluskan dengan cara ditumbuk agar cita rasanya tidak hilang. Bumbu-bumbu lain seperti bawang merah, kemiri, kunyit, laos, serai, dan daun salam bisa diblender karena bukan bumbu utama. Semua bahan di atas kemudian di-gongso (ditumis) dan diberi kuah rebusan daging.
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Agus Surono |
KOMENTAR