Intisari-Online.com -Kyoto dikenal sebagai sebagai kota seribu kuil di Jepang. Ada begitu banyak bangunan peninggalan sejarah. Usianya pun telah mencapai ratusan tahun. Namun kisah dan cerita di balik bangunannya yang masih kokoh tetap menjadi daya tarik tersendiri. Yang selalu menjadi perhatian adalah cerita mengenai masa lalu Shogun dan sistem pertahanan istananya.
Salah satu yang menarik adalah Istana Nijo (Nijo Castle). Dibangun pada tahun 1603, Istana Nijo menjadi kediaman Tokugawa Ieyasu, shogun pertama di zaman Edo. Uniknya, istana ini memiliki tembok yang tinggi dan parit lebar yang mengelilingi setiap sisinya sebagai benteng pertahanan. Temboknya menjulang dan tampak menutup rapat pemandangan dalam istana.
Istana Nijo termasuk sebagai bangunan tua Kyoto yang sangat luas. Di dalamnya terdapat dua struktur bangunan yakni Ninomaru dan Honmaru. Ninomaru digunakan sebagai bangunan utama shogun dalam kunjungannya ke Kyoto. Sementara Honmaru berfungsi sebagai istana kedua. Banyak ruangan di dalamnya. Mulai dari ruangan pertemuan shogun bersama menteri hingga ruang untuk istirahat. Nah, setiap ruangan dihubungkan dengan koridor yang tampak sangat tradisonal.
Di luar ruangan ini terdapat sebuah taman dan kolam yang membuat lingkungan istana begitu tenang. Tamannya rimbun dan disertai dengan batu hias dengan daun yang warna warni di sekelilingnya. Pemandangan di luar istana ini sering didefinisikan sebagai lanskap tradisional yang sangat alami.
Lantai berderit
Setiap ruangan di dalam istana Nijo memberikan nuansa tradisional. Tidak hanya karena struktur bangunan yang didominasi dengan bahan kayu tetapi juga pola dan fungsi bangunannya yang tidak banyak berubah sejak dulu. Beberapa ruangan diorama menunjukkan permaisuri bersama para selir dan pembantunya. Juga tampak para menteri yang sedang memberikan laporan kepada Shogun.
Nah ketika asyik melihat ruangan-ruangan tersebut dan melewati koridor, saya baru menyadari jika setiap kali melangkah, lantai kayu yang saya pijak berderit. Mengeluarkan bunyi layaknya kicau burung Bulbul. Suaranya mencicit. Lantai di Istana Nijo memang dirancang sebagai bagian strategi pertahanan dari penyusup yang melakukan serangan diam-diam. Maklum saja, ksatria Jepang dulunya dikenal memiliki gerakan yang senyap.
Merasa penasaran dengan lantai berderit ini, saya mencoba untuk berjalan sepelan mungkin. Seakan bergerak dengan meringankan beban tubuh. Namun tetap saja lantai mengeluarkan suara mencicit. Tak mau menyerah, saya mencoba lagi. Kali ini berjalan dengan tumpuan berada di jari kaki. Tetap saja gagal. Lantai Istana Nijo memang dirancang untuk mengeluarkan bunyi dari logam penderit lantai yang tergesek akibat beban yang ada di atasnya. Tak peduli seberat apapun beban tersebut. “Pantas saja lantainya terus berderit,” lirih saya dalam hati.
Terus menyusuri koridor dan menyaksikan lukisan serta dioarama Shogun seakan membawa saya pada kehidupan era keshogunan. Saya bisa membayangkan bagaimana Shogun dan suasana dalam istananya beberapa abad yang lalu. Sangat mengagumkan.