Intisari-Online.com -Ni Ketut Arini, lahir di Denpasar, 15 Maret 1943, merupakan putri dari I Wayan Sapluh, seorang penabuh gamelan, dan Ketut Samprig, seorang penyanyi tembang Bali.
Ia berasal dari keluarga seniman, dan semua saudaranya bisa menari.
Sejak kecil ia sudah akrab dengan dunia tari, dan ia senang mengamati orang-orang yang belajar menari di pelataran rumah pamannya, I Wayan Rindi, seorang penari dan guru tari terkenal di masa itu.
Arini baru diizinkan untuk belajar menari kepada Sang Paman ketika ia berusia 14 tahun.
Talentanya yang luar biasa pun terlihat menonjol dari anak-anak seusianya.
Tak hanya menari, Arini tergerak untuk mengajar adik-adiknya ‘Kamu mau jadi guru?’ kata Paman.
"Kalau mau jadi guru harus belajar banyak lagi. Iya saya mau. Sampai Akhirnya saya memutuskan menjadi guru.”
Arini semakin giat mengasah kemampuannya.dan sempat menimba ilmu seni tari di Sekolah Konsevatori dan Karawitan Indonesia Jurusan Bali (KOKAR Bali) dan Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Denpasar.
Kreativitasnya mencipta tari dimulai sejak ia lulus Sarjana Muda dari Akademi Seni Tari Indonesia tahun 1973.
Beberapa karya Tari Legong nya pun berhasil mendapat penghargaan.
Salah Satunya adalah Tari Legong Widya Lalita Langkah Arini menjadi pengajar pun semakin mantap ketika tahun 1979 ia diundang stasiun TVRI untuk mengisi program “Bina Tari”.
Baca Juga: CHI Awards 2023, Ajang Apresiasi Para Pejuang Seni Tari Tradisional Indonesia
Bersama sanggar tarinya “Warini” ia dipercaya untuk mengasuh program tersebut selama 20 tahun.
Mata dunia mulai melirik Arini dan sejak itu Arini banyak mendapat tawaran mengajar tari Bali dari mancanegara.
Seperti ke Amerika Serikat (1999-2005) dan Jepang (2007-2018).
Misinya dalam melestarikan tari Bali klasik karya guru-gurunya pun terus berjalan.
Di sela kesibukannya mengajar, ia meluangkan waktu untuk menulis buku.
Saat ini ia sudah menulis 2 buku, yang pertama berjudul "Teknik Tari Bali" dan yang kedua “Tari Pendet Pujiastuti" tarian karya pamannya.
Tak hanya itu, Arini juga merevitalisasi salah satu Tari Bali Klasik “Baris Kekupu” (ciptaan gurunya I Nyoman Kaler dan I Wayan Rindi sekitar tahun 1930).
Berkat pengabdiannya mengajar tari Bali klasik, Tari Baris Kekupu masih terus dipentaskan hingga saat ini di Pura Balai Banjar Lebah, Denpasar.
Dan tahun 2023, Tari “Baris Kekupu” mendapat penghargaan dari UNESCO sebagai ‘Warisan Budaya Tak Benda’ Milik Kota Denpasar.
Di usianya yang sudah 80 tahun, meskipun tubuhnya menua, semangat pengabdian ibu 4 anak ini terhadap seni tari Bali tak pernah padam.
Tak heran jika ia kemudian menerima penghargaan Adi Sewaka Nugraha (2021) dari Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Di usia 80 tahun, semangat Arini mengajar tak pernah padam terutama melihat minat anak-anak yang ingin belajar menari di sanggarnya.
Baginya Mengajar adalah amanah Ayahnya dan panggilan hatinya.
Dengan menari dan mengajar, Arini merasa bahagia karena bisa berbagi dan bermanfaat bagi orang lain.