CHI Awards 2023: Elly D. Lutan, Sang Eksplorator Seni Tari Tradisi

Ade S

Editor

Elly D. Lutan, penerima CHI Awards 2023
Elly D. Lutan, penerima CHI Awards 2023

Intisari-Online.com -Elly D. Lutan, lahir di Makassar pada 27 Juli 1952, tidak pernah bermimpi menjadi penari. Bahkan ia sempat bercita-cita menjadi tentara seperti Ayahnya.

Namun takdir membawanya ke dunia seni tari.

Sejak usia 4 tahun, Elly sudah belajar menari dan mengenal wayang kulit di Jember, Jawa Timur, tempat ia tinggal bersama Pakde & Budhe nya yang selalu memberi motivasi kepada Elly untuk belajar menari.

Kemampuan menarinya yang luar biasa membuat Elly dipilih oleh Bupati Jember untuk belajar menari kepada maestro tari Bagong Kussudiardjo di Yogyakarta.

Elly juga sudah diminta mengajar tari di lingkungan tempat tinggalnya ketika ia masih duduk di bangku SMP.

Meskipun ia melanjutkan pendidikan di STM Bangunan dan Sekolah Tinggi Teknik Nasional, tetapi Elly tidak pernah meninggalkan dunia tari.

Perjalanan karirnya diawali dengan menari Kijang Ramayana di depan Gubernur DKI Ali Sadikin, hingga pertemuannya dengan Pak Sampurno (saat itu Direktur Pendidikan Kesenian) yang membawa Elly untuk tampil di istana negara.

Elly bahkan terkejut ketika lulus Sarjana Muda, ia langsung diangkat menjadi pegawai negeri di Dinas Kebudayaan dan Permusiuman, Provinsi DKI Jakarta, tanpa harus mengikuti tes seleksi.

Sejak itu Elly mulai melakukan riset terhadap budaya Betawi yang menghasilkan tari Betawi.

Eksplorasinya terus berlanjut ke daerah-daerah lain, seperti pedalaman suku Dayak (1974), Sulawesi (1975) hingga menyelami budaya suku Asmat (1986).

Bersama almarhum suaminya, Deddy Lutan, penari dan koreografer ternama saat itu, mereka menggawangi sanggar tari mereka, Deddy Lutan Dance Company (DLDC), selama kurang lebih 23 tahun.

Baca Juga: CHI Awards 2023, Ajang Apresiasi Para Pejuang Seni Tari Tradisional Indonesia

Pasangan ini pun sempat menampilkan para penari suku Asmat keliling Amerika Serikat pada tahun 1989.

Misi mereka dalam berkarya adalah mengangkat seni budaya tanpa mencabut akar tradisinya.

Karya-karya Elly lahir dari kegelisahan dan apa yang dirasakan saat itu.

Ia mengangkat tokoh-tokoh perempuan dari sudut pandang sebagai sesama perempuan.

Lewat karyanya "Cut Nya’ Perempuan itu Ada" (2014), ia ingin para perempuan meneladani semangat beliau untuk dapat menempatkan diri sadar kapan dia harus di depan, di samping atau di belakang.

Setelah sang suami berpulang tahun 2014, rumahnya menjadi “klinik seni" untuk menghidupkan semangat para seniman muda untuk berkarya.

”Saya hanya ingin menjadi Ibu bagi dunia seni," ujar Elly yang di usia 71 tahun masih aktif mengeksplorasi seni tari tradisi dan menumbuhkan kecintaan anak-anak pada seni tari Nusantara, termasuk kepada cucunya.

Artikel Terkait