Intisari-Online.com -Nilai tambah membuat sebuah barang menjadi bernilai. Tak terkecuali sampah berupa sabut kelapa. Di tangan Mahasim dan Marda dari Kebumen, Jawa Tengah, sabut kelapa diolah menjadi barang-barang yang laik jual dan memiliki fungsi tak sekadar sebagai media tanaman anggrek saja.Mari kita lihat potensi sabut kelapa ini. Di Kebumen, dalam musim kemarau harganya Rp 180,- per butir. Pada musim hujan lebih murah, Rp 100,- per butir. Butiran ini diolah untuk diambil seratnya. Harga serat sabtu Rp 2.600,- per kg. Untuk menghasilkan 1 kg serat butuh sekitar 10 sabut kelapa. Dari sini saja sudah terlihat betapa besar margin yang bisa diperoleh hanya dengan mengubah butir kelapa menjadi serat.Nah, sejak 2007 Mahasim bersama Darda memulai usaha kerajinan dari sabut kelapa dengan modal awal Rp 100.000,-. Mereka membuat keset atau alas kaki berbagai ukuran. Selanjutnya mereka berkreasi membuat tas, topi, sandal, pot, coconet, hingga bantal, guling, dan kasur dari sabut kelapa. Pada tahap selanjutnya, mereka mulai mengombinasikan sabut dengan batok kelapa, kayu kelapa atau glugu menjadi tas dan kursi.Tak hanya itu saja produk yang dihasilkan Mahasim dan Darda. Dari pengolahan butir kelapa menjadi serat sabut ada produk sampingan, yakni cocopeat. Sepuluh butir sabut bisa menghasilkan 1 kg cocopeat, yang bisa diolah menjadi pupuk organik. Setelah diolah menjadi pupuk, Mahasim menjualnya Rp 450,- per kg. Sambutan pupuk ini sangat bagus, sampai Mahasim kewalahan memenuhinya. Dari Kalimantan Timur saja butuh 10 - 20 ton sebulan.Produk lain yang memberi pemasukan besar adalah coconet. Sebulan ia harus mengirim produk berupa jaring dari sabut kelapa ke Timika, Balikpapan, dan Medan sebanyak satu truk tronton. Satu truk isinya 200 rol, masing-masing rol panjangnya 50 m.Nah, dari sabut kelapa yang banyak dijumpai di negara tropis, Mahasim dan Darda bisa menangguk omzet hingga ratusan juta. (idebisnis Februari 2012)