Intisari-Online.com -Indonesia memiliki spesies tanaman dan hewan lebih banyak dari negara lain di bumi ini. Sayangnya, ekosistem yang mendukung keanekaragaman hayati rusak dengan cepat. Masih sedikit orang yang menyadari tragedi ini. Mongabay akan menyuguhkan informasi ke masyarakat dengan menyediakan informasi dan berita lingkungan berdasarkan riset teranyar. “Saya percaya, sedikit orang yang ingin merusak lingkungan jika mereka tahu akan kehilangan mereka,” kata Rhett A Butler, ahli lingkungan dan pendiri Mongabay.com dalam acara peluncuran situs berita lingkungan, Mongabay.co.id di Jakarta, Sabtu(19/5). Butler mengatakan, Indonesia berada di titik kritis dalam sejarah perkembangannya. Meskipun begitu, masih ada kesempatan mengubah dari pendekatan bisnis biasa yang merusak hutan ke model rendah karbon. Pendekatan yang memanfaatkan hal-hal yang membuat Indonesia unik (dalam keanekaragaman hayati dan kebudayaan), guna meningkatkan taraf hidup seluruh rakyat. Indonesia sudah memiliki model: Brazil. Laju deforestasi Brazil turun hampir 80 persen sejak 2004, sementara ekonomi naik sekitar 40 persen. “Tak ada alasan Indonesia tak bisa melakukan hal yang sama,” ujar dia. Selama dua dekade terakhir, Indonesia, kehilangan lebih dari 24 juta hektare (ha) hutan. Area yang lebih besar dari Inggris. Karena hutan rusak, miliaran ton karbon dilepaskan ke atmosfer dan flora dan fauna Indonesia - keanekaragaman hayati paling banyak dari negara lain-yang makin terancam. Namun hari ini, ada kecenderungan, Indonesia siap menghentikan, bahkan mungkin membalikkan keadaan. Mekanisme REDD berpotensi menawarkan perubahan status quo di Indonesia. Mengubah pendekatan ekonomi dari didasarkan pada kehancuran hutan ke pertumbuhan karbon rendah. Untuk memulai proses ini, Indonesia telah membuat proyek percontohan di Kalimantan Tengah, salah satu provinsi yang sampai kini pada tingkat konversi tertinggi di negeri ini. Provinsi ini juga dilanda konflik sosial dan korupsi, sebagaimana dibuktikan temuan terbaru dari audit oleh komisi antikorupsi, yang menemukan lebih dari 92 persen perkebunan dan pertambangan beroperasi di Kalimantan Tengah tak mendapatkan izin dengan benar. Biaya negara Indonesia diperkirakan mencapai AS$ 17,6 miliar dalam 15 tahun terakhir. Temuan di Kalimantan Tengah ini, menunjukkan perlunya membangun tranparansi dan memperkuat masyarakat sipil di Indonesia. Satu komponen untuk melakukan itu adalah meningkatkan pengumpulan informasi dan pelaporan. Mengingat pengguna internet begitu luas di Indonesia - termasuk partisipasi terbesar dari Facebook dan Twitter - media online independen menjadi salah satu peluang yang cocok membantu masyarakat, pemerintah dan media untuk lebih mengerti apa yang mendorong kerusakan hutan dan kesempatan memperbaiki. Untuk dasar pengawasan dan pelaporan - khusus di Kalimantan Tengah - akan menjadi penting mengupayakan kesuksesan REDD dan mengurangi deforestasi serta korupsi. Butler mengatakan, Mongabay.com telah hadir selama 12 tahun sebagai salah satu sumber analisis, berita, dan informasi hutan tropis terkemuka di internet. Situs ini kini menarik lebih dari dua juta pengunjung per bulan hingga menjadi situs fokus pada ekologi yang paling banyak dikunjungi di internet. Pada tahun 2008, Mongabay.com mendapatkan penghargaan dari majalah Time sebagai salah satu dari 15 situs ter-‘hijau’ di website. Pada 2010, juga dinominasikan untuk the Climate Change Communicator of the Year oleh George Mason University. Mongabay.com telah didanai dari pendapatan iklan sejak 2003. Mengingat ini momen kritis model pembangunan rendah karbon di Indonesia, saat ini waktu yang tepat meluncurkan website berisi analisis dan berita lingkungan secara komprehensif dalam bahasa Indonesia. “Dengan reputasi dan kekuatan seperti ini, Mongabay.co.id, bisa menjadi platform ideal untuk inisiatif, informasi dan memperkuat masyarakat sipil,” katanya. Koordinator Mongabay-Indonesia, Ridzki R Sigit mengatakan, keberadaan Mongabay.co.id untuk menyadartahukan masyarakat Indonesia tentang pelbagai ragam yang berkaitan dengan lingkungan. “Kami merasa belum banyak masyarakat paham tentang hal ini. Kami berharap Mongabay.co.id dapat diterima oleh masyarakat.” Menurut Ridzki, berita Mongabay.co.id mencakup berbagai masalah lingkungan antara lain, kehutanan, kelautan, pertanian dan pembangunan berkelanjutan, hidupan liar, dan upaya penyelamatan lingkungan. Juga informasi tentang praktik-praktik yang mengancam kelestarian lingkungan, maupun artikel ekslusif inspirasional dan ilmu pengetahuan. Mongabay.co.id, mengajak berbagai kalangan yang memiliki kepedulian tentang lingkungan bisa bergabung bersama komunitas ini. Baik melalui dunia maya maupun pertemuan dan kunjungan yang akan digagas ke depan. “Sosial media Mongabay.co.id dapat diikuti di Facebook Mongabay-Indonesia, dan Twitter @mongabayID.”