Mengapa pada Awalnya Sebagian Rakyat Indonesia Menyambut Gembira Kedatangan Jepang?

Ade S

Editor

Tentara Jepang saat mendarat di Pulau Kalimantan. Artikel ini menjelaskan secara lengkap alasan mengapa pada awalnya sebagian rakyat Indonesia menyambut gembira kedatangan Jepang.
Tentara Jepang saat mendarat di Pulau Kalimantan. Artikel ini menjelaskan secara lengkap alasan mengapa pada awalnya sebagian rakyat Indonesia menyambut gembira kedatangan Jepang.

Intisari-Online.com -Pada tahun 1942,Jepang yang kelak akan menjadi salah satu penjajah paling kejam di Indonesia datang.

Menariknya, kedatangan bangsa ini pada awalnya disambut dengan gegap gempita oleh sebagian rakyat Indonesia.

Namun, tahukah Anda mengapa pada awalnya sebagian rakyat Indonesia menyambut gembira kedatangan Jepang?

Artikel ini akan membahas pertanyaan tersebut dengan menggunakan sumber-sumber sejarah yang terpercaya.

Kedatangan Jepang di Indonesia

Menurut buku Pendudukan Jepang di Indonesia (2009), Tarakan, Kalimantan Timur menjadi tempat pertama kedatangan Jepang di Indonesia pada 11 Januari 1942.

Melansir Kompas.com, saat itu pasukanHindia Belanda tidak mampu bertahan dan terus mundur.

Balikpapan kemudian direbut oleh Jepang pada 24 Januari 1942, disusul oleh Pontianak pada 29 Januari 1942, Samarinda pada 3 Februari 1942, dan Banjarmasin pada 10 Februari 1942.

Jepang juga berhasil menguasai Palembang hanya dalam dua hari setelah menurunkan pasukan payung di sana pada 14 Februari 1942.

Dengan menguasai ladang minyak di Kalimantan dan Sumatra, Jepang mulai mengincar Jawa yang merupakan pusat pemerintahan Hindia Belanda.

Pada awal Maret 1942, tentara ke-16 Jepang mendarat di tiga tempat di Jawa, yaitu Teluk Banten, Eretan Wetan di Jawa Barat, dan Kragan di Jawa Tengah.

Baca Juga: Apakah Alasan Jepang Menyerang Indonesia? Ini Penjelasan Lengkapnya

Batavia jatuh ke tangan Jepang pada 5 Maret 1942. Gubernur Jenderal Hindia Belanda beserta komandan dan pasukannya yang terdesak ke Lembang, Jawa Barat juga tidak dapat melawan Jepang.

Belanda bersedia menyerahkan Bandung dan sekitarnya kepada Jepang. Namun Letnan Jenderal Hitoshi Imamura yang memimpin invasi menuntut agar seluruh pasukan Belanda di Jawa dan wilayah Indonesia lainnya menyerah tanpa syarat.

Jika tidak, Jepang akan membombardir Bandung dari udara. Belanda akhirnya menyerah kepada Jepang.

Pada 8 Maret 1942, perundingan antara Gubernur Jenderal Tjarda Starkenborgh Stachouwer dan Panglima Tentara Hindia Belanda Ter Poorten dengan Letnan Jenderal Imamura berlangsung di Kalijati, Subang, Jawa Barat.

Hasilnya adalah penandatanganan Perjanjian Kalijati yang menandakan peralihan kekuasaan dari Angkatan Perang Hindia Belanda ke Jepang.

Mengapa kedatangan Jepang disambut gembira?

Rakyat Indonesia menyambut kedatangan Jepang dengan antusias. Hal ini dikisahkan dalam buku Di Bawah Matahari Terbit (2016), bahwa rakyat Indonesia merasa telah dibebaskan dari penjajahan Pemerintah Hindia Belanda oleh Jepang.

Jepang menunjukkan sikap benci terhadap orang kulit putih dengan menghukum tawanan Belanda di depan mata publik.

Sebaliknya, Jepang memerintahkan pembebasan rakyat pribumi yang ditahan oleh Belanda karena alasan politik.

Pramoedya Ananta Toer, seorang penulis yang menyaksikan kedatangan pasukan Jepang di Blora, Jawa Tengah pada 1942 menulis, "hampir semua orang di kota berharap besar kepada pasukan Jepang yang baru datang, kecuali mereka yang setia kepada Belanda."

Pasukan Jepang disambut dengan riuh rendah "Banzai, banzai!" dan "Hidup Nippon, hidup Nippon!" di sepanjang jalan.

Baca Juga: Ini Persamaan dan Perbedaan Pemerintahan Jepang Di Wilayah Sumatera, Wilayah Jawa-Madura, Serta Wilayah Indonesia Timur

Sebelum mendarat di Indonesia, radio Tokyo telah menyebarkan propaganda bahwa mereka akan membebaskan rakyat Indonesia dari cengkeraman Belanda.

Di awal pendudukannya, Jepang memutar lagu Indonesia Raya setiap hari lewat radio. Bendera Merah Putih juga dikibarkan oleh Jepang bersama bendera Jepang.

Jepang mengaku sebagai "saudara tua" bangsa Indonesia karena berasal dari Asia.

Jepang melancarkan propaganda yang menggambarkan dirinya sebagai pahlawan. Mereka menawarkan masyarakat barang-barang murah dengan politik dumping.

Politik dumping Jepang adalah menjual barang dengan harga lebih rendah di luar negeri daripada di negaranya sendiri.

Kepada umat muslim, Jepang bahkan menjanjikan akan memfasilitasi naik haji dengan biaya yang murah.

Di awal, rayuan Jepang berhasil menipu rakyat pribumi. Rakyat pribumi semakin percaya karena ada ramalan yang ditulis Raja Kediri, Jayabaya, yang memerintah sekitar tahun 1157.

Ramalan Jayabaya kurang lebih berbunyi, "Akan datang bangsa berkulit kuning dari Utara, berperawakan tidak tinggi, pendek pun juga tidak. Mereka itu nanti akan menduduki tanah Jawa, tetapi hanya seusia tanaman jagung. Dan akan kembali ke negerinya sendiri, sedangkan tanah Jawa akan kembali dikuasai anak negeri sendiri pula."

Dari artikel ini, kita dapat memahami mengapa pada awalnya sebagian rakyat Indonesia menyambut gembira kedatangan Jepang. Kita dapat melihat bahwa rakyat Indonesia saat itu memiliki berbagai alasan untuk berharap bahwa Jepang akan menjadi pemberi kemerdekaan bagi Indonesia.

Baca Juga: Keterkaitan Peristiwa di Tingkat Regional dan Global dengan Jatuhnya Hindia Belanda pada tahun 1942

Artikel Terkait