Intisari-Online.com- Di alam, sampah dapat terurai antara lain karena peran bakteri. Untuk mempercepat proses penguraian sampah ataupun limbah secara biologis, bakteri diberdayakan dengan berbagai cara hingga menghasilkan air dan mineral yang memenuhi standar baku mutu lingkungan.
Aktivitas makhluk hidup akan menghasilkan sampah atau limbah. Di alam, limbah akan terurai karena proses fisis, kimiawi, dan biologis. Salah satu yang menyebabkan penguraian limbah secara biologi adalah bakteri. Indikasi adanya bakteri adalah terjadinya pembusukan pada sampah.
Pengolahan sampah organik padat berupa dedaunan menjadi pupuk belakangan ini telah banyak dilakukan. Dengan mencampurkan tanah lalu membolak-balik tumpukan sampah selama periode tertentu, maka organisme mikro di tanah akan melumat limbah organik itu hingga hancur menjadi kompos.
Bagaimana dengan limbah cair? Seperti sampah, air kotor mengganggu lingkungan. Selain tak sedap dipandang mata, baunya akan menyengat penciuman. Jika digunakan akan mengganggu kesehatan.
Limbah cair, apalagi yang bercampur aduk antara bahan organik dan anorganik, penanganannya lebih sulit dibandingkan dengan limbah padat. Itu yang menjadi masalah di sungai-sungai kota besar, termasuk Sungai Ciliwung.
Limbah rumah tangga berupa sampah organik yang jumlahnya relatif sedikit hanya memerlukan kolam penampung sederhana sebelum dibuang ke sungai. Pada pengolahan biologis, polutan organik dalam limbah akan diuraikan secara biokimia oleh mikroba (organisme mikro) menjadi senyawa sederhana seperti air (H2O), karbon dioksida (CO2), metan (CH4), dan gas nitrogen (N2).
Penyerapan limbah cair dalam kolam rumah tangga dapat dilakukan dengan penempatan tanaman air seperti teratai dan eceng gondok. Tanaman tersebut berfungsi mengurai bahan organik di air limbah.
Instalasi khusus
Namun, untuk mengurai air yang tercemar berat oleh bahan organik dan anorganik, menurut Wage Komarawidjaja dari Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), diperlukan instalasi pengolah khusus.
Instalasi tersebut paling tidak terdiri dari dua kolam utama, yaitu kolam yang tertutup (nyaris kedap udara) dan kolam yang dilengkapi dengan pompa aerasi. Pada kolam tertutup, limbah akan diserbu oleh bakteri anaerob.
Salah satu bakteri yang bekerja dalam lingkungan kurang oksigen adalah bakteri jenis metanogenesis yang akan mengurai limbah menjadi metana, antara lain Diplococcus dan Monococcus. Kecepatan penguraian limbah tergantung jumlah dan jenis bakteri yang dimasukkan. Semakin banyak jumlah bakteri dan keragamannya, proses mengurai limbah akan lebih cepat.
Dalam waktu setengah hari, limbah di tangki anaerob kapasitas 1.000 liter misalnya sudah terdegradasi. Itu tercapai karena dalam satu mililiter limbah ada jutaan bakteri yang mengurai.
Proses berikut adalah penguraian secara aerob. Untuk itu, air limbah hasil penguraian di tangki anaerob dialirkan ke tangki aerob. Di sini polutan yang tersisa akan diuraikan oleh mikroba secara biokimia menjadi produk akhir karbon dioksida dan air.
Air olahan
Untuk melakukan aktivitasnya, mikroba di tangki aerob, kata Ikbal, peneliti dari Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknik Lingkungan BPPT, memerlukan udara dari luar. Kebutuhan udara dipasok dengan kipas angin (blower). Selanjutnya, air yang telah diolah mengalir ke tangki pengendap untuk memilah lumpur organik (mikroba) dengan air olahan.
Air olahan yang telah bersih dibubuhi senyawa khlorin untuk membunuh mikroba patogen yang tersisa. Selanjutnya air dapat dialirkan ke badan sungai.
Adapun lumpur organik dari tangki pengendap sebagian dikembalikan ke kolam aerasi untuk mempertahankan konsentrasi mikroba, sebagian lain dikeringkan, untuk diolah lebih lanjut.
Dalam kolam aerob, antara lain, dapat dikerahkan bakteri Pseudomonas, Bacillus, dan Protozoa. Belakangan ini juga digunakan jenis alga tertentu.
Bila ada logam terlarut, dapat dikerahkan bakteri ferolisin, demikian Nugro Rahardjo, perekayasa bidang pengolahan limbah cair dari Pusat Teknologi Lingkungan BPPT. Logam berat seperti kadmium, kromium, dan merkuri dapat diuraikan dengan bakteri tertentu.
Agar bakteri bekerja optimal, limbah yang akan diolah perlu disesuaikan. ”Bila limbah terlalu asam (pH tinggi), perlu dicampur dengan bahan yang berbasa tinggi seperti larutan kapur,” ujar Komara, perekayasa di BPPT, yang menyelesaikan tesis S-2-nya tentang pengolahan limbah pabrik tekstil.
Selain itu, untuk memperbesar dan mempercepat pembelahan sel, bakteri perlu diberi ”makan” dengan memberi bahan yang mengandung unsur nitrogen dan fosfor. (Kompas)