Intisari-Online.com – Sempat menjadi kecenderungan di kalangan para selebritis untuk memelihara satwa langka. Artis dan pejabat yang ingin dianggap kaya dan “pemerhati lingkungan” berburu satwa langka di pasar burung lalu memeliharanya dalam kurungan di halaman rumah. Tidak hanya burung langka yang diburu dengan bisik-bisik (karena ilegal), tapi juga siamang, anak kancil, kukang.Tanpa mereka sadari, kegiatan itu sebenarnya malah membunuh satwa lebih cepat. Satwa liar tidak hanya perlu makan dan minum, tapi juga ruang gerak yang bebas leluasa, lingkungan hidup alamiah yang nyaman, dan pasangan hidup yang cocok.Kebun binatang yang baik menyediakan lingkungan alami semacam itu. Segala macam gangguan diminimalkan, agar mereka dapat hidup tenteram, dan berkembang biak dengan aman. Dengan diberi lingkungan alami seperti itu pun kadang satwa langka tidak mau berbiak.Untuk bisa berkembang biak, mereka menghendaki sex ratio (perbandingan antara jantan dan betina) tertentu. Kalau dikurung dalam kandang dan dijodohkan dengan paksa, mana mungkin mereka mau berkembang biak dengan hati berbunga-bunga!Kebanyakan satwa liar – apalagi yang sudah langka atau terancam penuh – sangat peka terhadap gangguan lingkungan. Mereka terbiasa hidup di alam yang jauh dari gangguan manusia. Satwa yang lahir di dalam tenang, tapi kemudian ditangkap dalam perangkap untuk dijual di pinggir jalan kaki lima kota besar, selalu mengalami stres berat. Stres ini mempengaruhi tingkah laku mereka, seperti ketakutan, tidak mau makan, dan tidak mau kawin.
Kalau kita membeli binatang stres semacam itu, boleh dipastikan beberapa hari kemudian mereka akan mati merana. Lalu uang yang telah dibelanjakan jadi mubazir. Di mana letak kemuliaan “melestarikan” mereka sebagai satwa langka yang dilindungi?
Sebaiknya, para pemelihara satwa yang mengklaim “untuk melestarikan” mereka ex situ itu sadar bahwa membeli satwa langka di pinggir jalan tidak mungkin disebut penyayang satwa.
Kalau benar-benar ingin berpredikat pencinta satwa, sebaiknya kita menyalurkan dana berlebih yang ada ke lembaga-lembaga pelestari satwa. Atau bergabung dengan mereka dalam kegiatan pelestarian margasatwa.
Satwa yang sudah telanjur kita pelihara (mungkin dulunya karena diberi teman sebagai hadiah karena ia menghormati kita sebagai pejabat, atau nge-fans kita sebagai artis selebriti), sebaiknya kita serahkan kepada lembaga yang ahli dalam pemeliharaan mereka, seperti kebun binatang, taman margasatwa, atau Taman Safari Indonesia.
Kecintaan kita lebih baik disalurkan ke hobi mengoleksi berbagai bentuk barang yang ada hubungannya dengan satwa seperti perangko, kartu pos bergambar, buku-buku tentang fauna, dan VCD kehidupan binatang.
Atau kita bertamasya ke tempat yang lebih alamiah, seperti taman nasional, suaka margasatwa, dan objek lain yang “dijual” oleh biro ekowisata. Bermalam di tempat itu, kita akan menjumpai satwa yang kita kagumi. Mendengarkan nyanyian mereka, membuat foto pagi-pagi ketika mereka sedang mencari makan, itu lebih menarik dan penuh sensasi daripada melihat muka sedih atau ketakutan mereka dalam kurungan halaman rumah. (Hanom Bashari – Intisari)