Intisari-Online.com - Lebih dari setengah abad silam, buku Silent Spring karya biolog kelautan Rachel Carson diterbitkan. Sejak itu, Environmental Protection Agency (EPA) dibentuk dan pemerintah AS memperketat penggunaan serta mengatur bahan kimia beracun.
Karya yang terbit pada 1962 itu fokus pada efek pestisida DDT terhadap kehidupan liar dan pengaruh jangka panjang pada rantai makanan. Para ilmuwan, misalnya, menyalahkan penurunan populasi elang botak akibat mangsa sarat DDT.
Silent Spring sering disebut sebagai alasan utama EPA melarang penggunaan DDT pada 1972. Namun, meski Carson yang meninggal pada 1964 mendesak penggunaan pestisida secara berhati-hati, ia tak menganjurkan kebijakan khusus, ungkap penulis biografinya Linda Lear.
Toh sejarawan lingkungan Thomas Dunlap, mencatat bahwa buku itu memicu perubahan kebijakan besar. Misalnya, peningkatan pengawasan proyek federal dan kebijakan 1972 tentang penjualan dan penggunaan semua pestisida.
“Carson adalah katallisator gerakan lingkungan hidup modern, dan dalam hal itu, kita semua adalah putra-putrinya,” ujar Dunlap.
Akan halnya di Indonesia, buku tersebut telah dialihbahasakan dengan judul Musim Gugur yang Bisu. Dalam banyak hal telah menginspirasi tonggak gerakan lingkungan di negeri ini. Tengok, misalnya, model bercocok tanam organik yang bermunculan di beberapa komunitas pertanian.
Namun dinamikanya agak berbeda dengan yang terjadi di Negeri Paman Sam. Di negeri ini, semua itu tak dibarengi dengan kebijakan yang kondusif untuk pengembangan model bercocok tanam ramah lingkungan. Alhasil, hegemoni cara bertanam versi revolusi hijau di negara-negara dunia ketiga macam Indonesia nyaris tak terbendung hingga kini. (National Geographic)