Intisari-Online.com – Harian Kompas pagi ini menuliskan tak kurang dari 4.739 warga belasan desa di lereng Gunung Sinabung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, hingga Minggu (15/9), masih berada di pengungsian, pascaerupsi. Jumlah pengungsi diperkirakan bertambah seiring dengan status gunung dari Waspada menjadi Siaga III.
Majalah Intisari edisi Agustus 1981 pernah menurunkan sebuah tulisan gunung-gunung di Sumatera yang layak untuk didaki. Salah satunya adalah Gunung Sinabung, meski dikatakan harus tetap waspada karena puncaknya berupa kawah gunung berapi. Kalau sekarang, untuk sementsara sudah tidak mungkin lagi untuk didaki. Mari kita simak tulisan yang ditulis oleh Emiji Alif tersebut.
Pendakian gunung di Sumatera tidak begitu sering dilakukan seperti di Jawa. Mungkin salah satu penyebab utamanya adalah jalan dan pengangkutan yang belum baik. Para pendaki sebelumnya harus “terbanting-banting” di atas colt atau bus yang “ngos-ngosan” di jalan yang bukan alang kepalang buruknya. Ini tentunya dirasa bisa lebih meletihkan dari pendakian itu sendiri.
Namun sebenarnya pendakian gunung-gunung di Sumatera amat menarik. Keadaan alam yang belum tercemar, udara bersih, dengan pepohonan yang belum banyak coret-coretan.
Gunung Sinabung sebenarnya termasuk gunung yang sangat direkomendasikan untuk didaki. Gunung dengan ketinggian 2.451 m di atas permukaan air laut ini terletak di dataran tinggi Karo, Sumatera Utara. Pendakian biasanya dimulai dari desa Lau Kawar, 23 km dari kota Brastagi. Jarak Medan – Brastagi sekitar 60 km. Bisa juga dari desa Gunung Kinayan. Untuk menuju desa ini melalui kota Kabanjahe, 20 km dari Brastagi, kemudian naik bis atau jip ke desa Gunung Kinayan.
Untuk menuju Lau Kawar, selama 7 km jalannya masih cukup baik, walau berlubang-lubang, 15 km selanjutnya jalan rusak total, dan agak mendaki, sulit untuk kendaraan bermotor.
Awal pendakian, di kaki bukit terdiri dari semak-belukar dan sedikit hutan. Kita harus berhati-hati, karena banyaknya persimpangan jalan setapak yang dibuat penebang kayu.
Di daerah hutan, suasananya lebih sepi, hanya ditemukan satu jalan setapak ke puncak. Kemiringan lereng tidak curam, mudah dilewati. Sehingga tidak begitu sulit sampai di sekitar puncak.
Di puncak yang agak terbuka ini, lerengnya terdiri dari kerikil yang tidak begitu kompak. Puncaknya berupa kawah gunung berapi yang sepintas tampak masih bekerja, walau tidak begitu aktif lagi. Suhu sektiar empat sampai delapan derajat Celcius.
Puncaknya diliputi kabut dengan kadar kelembaban yang tinggi; padahal kalau udara cerah bisa disaksikanlah Danau Toba.
Walau gunung ini mudah didaki kita harus tetap waspada, tidak usah segan meminta informasi dari penduduk setempat yang ramah dan masih memiliki sifat gotong-royong yang besar itu. (Intisari)